Before U Read and Get Information From Me

Please... Give Me a Gift.
No Difficult.
No Expensive.
No More.

Give Me a Gift; "The Fatihah 4"
Okeyy.

Minggu, 31 Oktober 2010

The Paper of Moety@_...


 TINJAUAN STRATEGI MANAJEMEN ASET & LIABILITAS



Fokus manajemen aset dan liabilitas adalah mengkoodinasikan portofolio aset/liabilitas bank guna memaksimalkan profit bagi bank dan hasil yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jangka panjang dengan memperhatikan kebutuhan likuiditas dan prinsip kehati-hatian. Strategi manajemen aset dan liabilitas meliputi koordinasi karakteristik keuntungan (return) dan resiko atas portofolio aset dan liabilitas bank. Setiap keputusan investasi yang dilakukan oleh bank memerlukan keputusan simultan tentang bagaimana mendanai investasi tersebut. Risiko pada bank tidak hanya tergantung pada karakteristik aset, melainkan juga pada karakteristik liabilitas yang digunakan untuk mendanai aset tersebut.
Bank adalah lembaga intermediasi antara para penabung dan investor. Tabungan hanya dapat berguna apabila diinvestasikan, sementara para penabung tidak dapat diharapkan untuk sanggup melakukannya sendiri dengan terampil dan sukses. Nasabah mau menyimpan dananya  bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang menarik.
Proses pemilihan investasi itu harus dilakukan dengan seksama, karena kesalahan dalam pemilihan investasi akan mengakibatkan bank tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Manajemen tidak bisa semaunya menarik nasabah untuk menyimpan uangnya di bank, tanpa adanya keyakinan bahwa dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan dapat dikembalikan ketika dana itu sewaktu-waktu ditarik oleh nasabah atau dana tersebut telah jatuh tempo. Oleh Karena itu manajemen juga harus secara simultan mempertimbangkan berbagi risiko yang akan berpengaruh pada perubahan tingkat laba yang diperoleh. Hal ini juga meliputi penilaian terhadap budget dan rencana pendapatan, penilaian kinerja investasi perusahaan masa lalu, memantau distribusi aset dan liabilitas bergantung pada sifat dari sumber-sumber dana dan sifat investasi atas dana-dana tersebut.
Strategi manajemen modern meliputi pengawasan atas portofolio, baik aset maupun liabilitas. Pada kebiasaan sebelumnya, bank-bank menekankan pada pengawasan portofolio aset, menggunakan dana simpanan (deposit) untuk membangun portofolio aset yang sesuai dengan portofolio lliabilitas yang bersangkutan. Sejak 1960-an, penggunaan teknik manajemen aset dan liabilitas di kalangan perbankan konvensional semakin pesat sejalan dengan kian agresif dan ekspansifnya bank-bank menggunakan pinjaman jangka pendek untuk mendukung aset. Meningkatnya penggunaan manajemen liabilitas mendorong pengembangan strategi manajemen interest margin, yang memungkinkan bank mengambil keuntungan dari pergerakan tingkat bunga. Meluasnya penggunaan teknik manajemen liabilitas, di samping meningkatkan potensi keuntungan juga meningkatkan risiko dan kompleksitas pengelolaan bank.
Bank dapat memperoleh keuntungan yang tinggi bila mereka mengambil bunga yang tinggi dan menerima risiko likuiditas. Secara histories penerimaan bank dihubungkan dengan tingkat bunga dan risiko likuiditas, karena bank mendanai pinjamannya dengan sumber-sumber dana yang tidak sesuai (mismatch) dengan jangka waktu pinjaman. Dalam prakteknya sebagian besar bank menyesuaikan strategi pendanaan mereka melalui harapan-harapan siklus tingkat bunga untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Setiap keputusan investasi pada aset secara simultan memerlukan keputusan tentang pendanaan. Keputusan-keputusan tersebut harus memperhitungkan baik risiko aset maupun risiko pendanaan.
Dalam risiko keputusan atas aset dan liabilitas terdapat saling ketergantungan. Pendanaan atas aset akan mempengaruhi risiko pada bank. Karakteristik aset harus dipertimbangkan kesesuaiannya dengan sumber dananya. Oleh karenanya keputusan yang simultan atas investasi adalah aspek yang penting dalam evaluasi risiko.
Secara tradisional bank menghubungkan likuiditasnya dengan portofolio asetnya. Portofolio aset dibangun sehingga aliran keluarnya dana-dana dapat dijamin dengan likuiditas aset. Dalam dekade 1960-an dan 1970-an, manajemen bank menggeser likuiditasnya dengan lebih menekankan pada portofolio liabilitasnya daripada melikuidisi aset. Hal ini sejalan dengan makin agresifnya bank melakukan ekspansi pinjaman dan mendanai pinjamannya dengan dana pinjaman (borrowed funds), bukan dengan simpanan (deposits). Bank meminjam dana dari pasar uang.
Manajemen Aset
Manajemen aset, karena ia menyangkut likuiditas, memerlukan pembangunan aset-aset sedemikian rupa sehingga aliran keluar dana (outflow of funds) dapat diakomodasikan tanpa membuat penyesuaian dalam liabilitas. Investasi dalam aset  terkendala oleh kemampuan untuk mengubah aset menjadi dana yang dapat dipergunakan.
Likuiditas suatu aset berasal dari salah satu dari dua sumber, yaitu daya cair dari aset itu sendii (self contained liquidity) dan daya jualnya (marketability). Self contained liquidity menggambarkan tanggal jatuh temponya aset, sedang marketability adalah kemampuan untuk menukarkan aset menjadi uang melalui penjualan aset tersebut kepada investor lain di secondary market. Dalam kerangka ini maka bisa saja treasury bond yang berjangka 20 tahun dipandang lebih likuid daripada pinjaman berjangka 90 hari, karena walaupun jangka waktu bond jauh lebih lama daripada pinjaman, bank dapat memilih menjual bond di secondary market. Jadi likuiditas aset tergantung pada tingkat kemudahannya untuk dikonversikan menjadi kas guna memperoleh dana yang dibutuhkan.
Ditinjau dari segi perencanaan likuiditas, adalah penting untuk menyadari bahwa tidak semua aset dalam segala kategori adalah likuid dalam arti bahwa bank dapat dengan leluasa menggunakan aset tersebut untuk memenuhi kebutuhan dananya. Misalnya saldo pada bank koresponden bisa likuid, tetapi juga bisa tidak likuid bila saldo tersebut merupakan saldo minimum yang harus dipelihara untuk mengkompensasi layanan yang diberikan oleh bank koresponden tersebut. Jadi saldo yang likuid adalah saldo di atas saldo minimum yang harus dipenuhi seperti sipersyaratkan oleh bank koresponden.
Proses untuk menjamin likuiditas melalui konstruksi aset bukan tanpa biaya. Pada umumnya pinjaman mempunyai yield yang tinggi, tetapi merupakan aset berbunga yang paling tidak likuid. Makin tinggi derajat likuiditas suatu portofolio aset yang tersedia, makin rendah yield yang dihasilkan. Untuk memastikan likuiditas, bank terpaksa mengorbankan profitabilitas.
Manajemen liabilitas
Untuk menilai dampak manajemen liabilitas pada profitabilitas bank, selisih antara meningkatnya pendapatan pada portofolio aset dengan peningkatan biaya dana pinjaman dari pasar terbuka harus dianalisis. Meningkatnya pendapatan dari portofolio aset terjadi karena meningkatnya konsentrasi aset pada pinjaman dengan yield tinggi. Meningkatnya biaya untuk menjamin likuiditas melalui pinjaman dana diakibatkan oleh bunga pasar yang harus dibayar atas dana tersebut. Spread antara meningkatnya pendapatan dari aset di atas liabilitas merupakan ukuran perubahan dalam interest margin.
Suatu bank yang memastikan dana dengan pinjaman harus membayar tingkat bunga pasar. Biaya dana-dana ini lebih volatile daripada sumber dana dari deposit, yang secara potensial dapat menghasilkan peningkatan variasi dalam keuntungan bank. Dampak pemakaian manajemen liabilitas terhadap keuntungan bank tergantung bank pada karakteristik aset yang didanai dengan dana-dana pinjaman. Bila bank menggunakan dana-dana pinjaman untuk mendukung pinjaman jangka panjang dengan tingkat bunga tetap, maka keuntungan bank akan bervariasi sesuai dengan variasi yang terdapat pada tingkat bunga pasar. Bila bank menggunakan dana pinjaman untuk mendanai aset yang pendapatannya juga berfluktuasi sesuai dengan tingkat bunga pasar, maka tidak berdampak pada keuntungan.
Meningkatnya kepercayaan  pada manajemen liabilitas telah mengurangi tekanan likuiditas dan memungkinkan bank untuk menggunakan dana-dana dengan persentase yang lebih besar untuk aset mereka dengan yield yang lebih tinggi. Pada saat yang sama meningkatnya penggunaan dana-dana pinjaman telah berkomplikasi  pada proses pengelolaan portofolio bank. Untuk memastikan profitabilitas dan meminimalkan risiko, bank harus secara simultan mengelola jangka waktu (maturity), tingkat pendapatan/biaya (rate) dan karakteristik volume dalam portofolio aset dan liabilitas mereka. Hal ini mendorong pengembangan strategi pengelolaan interest margin, yang didesain untuk mnegkoordinasikan maturity, rate dan karakteristik volume dari portofolio aset dan liabilitas.
Teknik Manajemen Margin
Interest margin dinyatakan dengan jumlah absolute (dalam rupiah), yaitu selisih antara pendapatan bunga pada earning asset dengan pengeluaran bunga pada liabilitas. Interest margin juga dinyatakan dalam persentase dari earning assets untuk mengukur net yield pada portofolio of earning assets.
Spread adalah selisih antara persentase tingkat bunga pada aset dengan persentase tingkat bunga pada liabilitas. Konsep tentang spread dapat digunakan untuk semua portofolio aset atau liabilitas, atau digunakan untuk  mengevaluasi profitabilitas dari masing-masing aset secara individual dibanding dengan dana-dana yang mendukung aset yang bersangkutan. Konsep spread dipakai secara ekstensif dalam menetapkan harga pinjaman.
Konsep interest margin dan spread merupakan ukuran bagi pernyataan bagi pernyataan laba/rugi (income statement), artinya ukuran langsung diperoleh dari income statement. Konsep ini juga dipakai pada perencanaan yaitu spread diestimasikan dengan prediksi pendapatan (return) pada aset dan biaya dana yang diharapkan. Variasi dalam expected spread dapat muncul ketika terjadi ketidaksesuaian (mismatch) pendanaan.
Konsep kunci lainnya yang dipakai dalam analisis interest margin adalah gap, di mana hal ini adalah konsep neraca. Gap mengukur ketidakseimbangan antara variabel dan fixed rate aset dan liabilitas. Gap management dipakai untuk meningkatkan interest margin di atas siklus tingkat bunga. Setiap periode diukur dengan jumlah rupiah di mana variabel rate (interest sensitive) assets/melebihi variabel rate liabilities. Bila bank memiliki positive gap, artinya bank mendanai sebagian variabel rate assets-nya dengan fixe rate liabilities.
Untuk meningkatkan spread, bank harus memilih komposisi portofolio aset dan liabilitasnya sesuai dengan prediksi siklus pergerakan tingkat bunga. Singkatnya, bank harus menerima risiko yang lebih besar untuk mencapai tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Bila portofolio disesuaikan untuk memaksimumkan keuntungan dalam lingkungan tingkat bunga yang tersedia dan manajemen salah dalam menaksir lingkungan tingkat bunga itu, maka bank dapat mengalami penurunan spread, atau mengalami negative spread dan merugi. Teknik manajemen margin menghendaki agar manajemen berhati-hati dalam menaksir pertukaran risiko dan keuntungan yang terkait dengan penyesuaian portofolio. Makin agresif manajemen mencoba meraih laba dari pergerakan tingkat bunga, makin besar risikonya.
Ada tiga karakteristik portofolio aset dan liabilitas yang harus dikelola secara simultan untuk mencapai sukses dalam mengelola margin dan spread, yaitu komposisi jangka waktu (maturity), struktur tingkat bunga dan risiko kegagalan (default risk). Pengelolaan simultan atas karakteristik itu memerlukan seni penyeimbangan yang halus, di mana manajemen berusaha mengkoordinasikan arus dana-dana masuk dan keluar dari pool  dana-dana bank.
Komposisi jatuh tempo dapat match atau tidak. Bank dapat mengunci spread antara pendapatan atas aset dan liabilitasnya bila komposisinya matched. Bila komposisinya mismatch maka bank tidak dapat mengunci spread-nya. Sebagai kelengkapan dari komposisi jangka waktu, manajemen margin yang efektif memerlukan koordinasi dengan struktur tingkat bunga. Struktur tingkat bunga merujuk kepada sensitifitas tingkat bunga pada aset dan liabilitas. Kenyataannya struktur  tingkat bunga dan struktur jangka waktu berinteraksi untuk menentukan aspek-aspek kritis dari keuntungan bagi bank. Sensitifitas tingkat bunga bergantung pada pendapatan bunga yang diterima atas aset ataupun bunga yang dibayar atas liabilitas dengan perubahan tingkat bunga pasar dan pada kecepatan penyesuaian dengan perubahan tingkat bunga pasar tersebut.
Karakteristik lain dari portofolio aset dan liabilitas yang harus dipertimbangkan demi efektifitas pengelolaan margin adalah risiko kegagalan (default rate). Risiko kegagalan pada bank atas portofolio aset melebihi risiko kegagalan pada depositor untuk liabilitasnya. Porsi spread yang dibuat oleh bank adalah kompensasi bagi pengumpulan risiko dan evaluasi kredit. Depositor bersedia menerima bunga yang lebih rendah atas dana yang mereka pinjamkan kepada bank karena mereka tidak dapat mengevalusi kelayakan kredit dari peminjam akhir dari dana-dana dalam tingkah laku biaya yang efektif.
Bank dapat menyesuaikan spread melalui pengelolaan risiko kegagalan dalam portofolio kredit dan investasinya. Harapan spread yang lebih besar dapat dicapai dengan memberikan kredit berisiko tinggi dan surat berharga yang berkelas rendah. Manajemen bank harus membuat taksiran yang prudent dalam pengambilan strategi pertukaran risiko dan keuntungan. Peningkatan spread melalui pengambilan risiko menyebabkan masalah terutama pada saat ekonomi sedang memburuk.
Gap Manajement
Gap manajemen adalah strategi untuk memaksimumkan interest margin melalui siklus tingkat bunga. Strategi ini pada dasarnya meliputi penyesuaian komponen-komponen yang variabel dan yang fixed sesuai dengan fase dan siklus tingkat bunga untuk mencapai profitabilitas maksimum.
Gap didefinisikan dengan jumlah rupiah di mana variable rate assets melebihi variable rate liabilities. Gap positif bila jumlah rupiah positif, dan negatif bila jumlah rupiah negatif. Bila gap positif, bank mendukung variable rate assets dengan fixed rate liabilities. Bila gap negatif, bank mendukung fixed rate assets dengan variable rate liabilities.
Strategi dasar yang dipakai dalam manajemen gap adalah mengubah besarnya gap sesuai dengan prediksi pergerakan tingkat bunga. Positive gap yang besar adalah ideal bila tingkat bunga cenderung naik. Dengan positive gap bank akan memperoleh tingkat pendapatan yang tinggi atas asetnya, sementara aset tersebut didukung oleh dana-dana dengan tingkat bunga tetap.
Namun demikian kita harus menyadari adanya beberapa kesulitan dan masalah yang menyertai pelaksanaan strategi gapping. Pertama, adalah benar bahwa marjin dapat diperbaiki bila dapat diprediksi pergerakan tingkat bunga pasar secara tepat. Tetapi bila bank salah dalam melakukan prediksi, maka peningkatan gap dapat menurunkan marjin. Kedua, masalah yang berkaitan dengan penetapan waktu kapan perubahan besarnya gap tersebut harus dilakukan. Harus ada perkiraan jangka waktu yang tepat untuk mengubah besarnya gap, dan siklus tingkat bunga harus dalam situasi durasi yang cukup untuk memenuhi syarat perubahan.
Akhirnya gapping secara implicit menganggap bahwa bank dapat memilih gap secara efektif. Bank beroperasi di tengah-tengah lingkungan yang sangat kompetitif, dan kemampuan bank untuk membuat perubahan secara tepat dalam struktur asset/liabilitas sering dipengaruhi atau dibatasi oleh kompetisi.
ALM dalam Lingkungan Masa Kini
Manajemen portofolio asset/liabilitas yang agresif bergantung pada derajat kepastian tentang inflow dan outflow serta tingkat pendapatan atas aset dan biaya atas liabilitas. Untuk dapat menerapkan gap management bank harus mampu memprediksi flows dan rates. Bank harus secara tepat memprediksi level dana-dana fixed rate yang akan tersedia. Selain itu, untuk memaksimumkan interest margin, bank juga harus mampu memprediksi waktu pergerakan dalam tingkat bunga.
Kebutuhan kedua bagi manajemen aset/liabilitas yang agresif adalah adanya kepastian bahwa durasi siklus tinngkat bunga cukup panjang untuk menyelesaikan perubahan yang diperlukan. Bank tidak dapat secara instant mengubah komposisi portofolio aset dan liabilitas. Perubahan yang tepat dalam besaran gap memerlukan waktu beberapa bulan atau beberapa tahun untuk menyelesaikannya. Bila durasi siklus tingkat bunga tidak cukup panjang bagi bank untuk mengubah struktur aset dan liabilitasnya, dan dengan demikian juga untuk menyesuaikan posisi gap-nya, bank dapat mengalami gangguan dalam penyesuaiannya untuk memenuhi perencanaan gap dan mengakibatkan turunnya interest margin.
Ada dua faktor yang mempengaruhi perubahan, yaitu volatility tingkat bunga dan perubahan dalam lingkungan yang kompetitif. Kedua hal tersebut membuat proses manajemen aset/liaabilitas menjadi lebih sulit dan banyak persyaratannya..
Asset/Liability Management Committee (ALCO)
Bila manajemen menjalankan manajemen aset/liabilitas, ia harus menempuh tahap pertama yang penting yaitu pengakuan dan dukungan terdapat fungsi ALCO. Organisasi fungsi ALCO di bank kecil dapat terdiri dari direktur utama dan beberapa manajer kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi, dan pasar uang. Pada bank yang lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer di pos-pos utama neraca, direktur utama, kepala bagian keuangan dan akunnting, kepala divisi kredit, manajer investasi, kepala bagian deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisor kebijakan kredit.
Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana. Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi aset/liabilitas, jangka waktu, bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk kegiatan pasar uang, me-review variasi anggaran dan, yang terpenting, adalah menyusun action plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi.
ALCO harus membangun alat perencanaan keuangan, termasuk spread management, dan analisis sensitifitas tingkat bunga. Alat-alat ini menekankan pada ukuran-ukuran kuantitatif yang mengindikasikan kondisi dari portofolio bank di masa lalu, saat ini dan keputusan-keputusan di masa yang akan datang serta dampaknya pada neraca dan pernyataan rugi/laba.
Aplikasi ALM pada Bank Islam
Sebagaimana bank konvensional, bank Syariah pun merupakan lembaga intermediasi antara penabung dan investor. Perbedaan pokok antara bank Syariah dan bank konvensional terletak pada dominasi prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko (profit and loss sharing) yang melandasi sistem operasionalnya. Hal ini antara lain tercermin pada beberapa karakteristik berikut:
1.                           berbeda dengan bank konvensional, bank Islam hanya menjamin pembayaran kembali nilai nominal simpanan giro dan tabungan (wadi’ah), tetapi tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari deposito (investment deposit/mudharabah deposit). Bank Islam juga tidak menjamin keuntungan atas deposito.
2.                           sistem operasional bank Islam berdasarkan pada sistem equity di mana setiap modal adalah berisiko. Oleh karena itu hubungan kerja sama antara bank Islam dengan nasabahnya adalah berdasarkan prinsip berbagi hasil dan berbagi risiko (profit and loss sharing/PLS).
3.                           dalam melakukan kegiatan pembiayaan (financing) bank Islam menggunakan model pembiayaan Syariah (Islamic models of financing) yaitu PLS dan non-PLS. Sehubungan dengan itu bank Islam melakukan pooling dana-dana nasabah dan berkewajiban menyediakan manajemen investasi yang professional.
Berdasarkan karakteristik tersebut, maka risiko yang dihadapi oleh bank Islam lebih terfokus pada risiko likuiditas dan risiko kredit dan tidak akan pernah mengalami risiko karena fluktuasi tingkat bunga.
Likuiditas bank Syariah banyak bergantung pada:
1.      tingkat kelabilan (volatility) dari simpanan (depositi) nasabah,
2.      kepercayaan pada dana-dana non-PLS,
3.      kompetensi teknis yang berhubungan dengan pengaturan struktur liabilitas,
4.      ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas, dan
5.      akses kepada pasar antar bank dan sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort dari Bank Sentral.
Teknik duration gap management dapat diaplikasikan oleh bank Islam, bukan dalam rangka menghindari risiko tingkat bunga, melainkan untuk mengatur cash flow atau mengendalikan likuiditasnya.
Kualitas earning assets bank Islam akan bergantung pada beberapa hal berikut:
1.      level, distribusi dan tingkat kesulitan dari aset yang diklasifikasikan,
2.      level dan komposisi dari berkurangnya nilai aset,
3.      kecukupan  dari cadangan penilaian kembali,
4.      bukti adanya kemampuan untuk mengadministrasikan dan memperoleh kembali kredit bermasalah.
Hasil akhir dari manajemen aset/liabilitas itu akan bermuara pada kemampuan untuk menutup kerugian dan penyediaan kecukupan modal, trend pendapatan yang semakin baik, kompetitif terhadap peer group-nya, dan kualitas dan komposisi pendapatan bersih (net income) yang semakin baik.
Assets/liability management bank Islam lebih banyak bertumpu pada kualitas aset, dan hal itu akan menentukan kemampuan bank untuk meningkatkan daya tariknya kepada nasabah untuk menginvestasikan dananya melalui bank tersebut, yang berarti meningkatkan kualitas pengelolaan liabilitasnya. Kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai professional investment manager akan sangat menentukan kualitas aset yang dikelolanya. Teknik fund gap management tidak relevan untuk digunakan sebagai alat manajemen aset/liabilitas bank Islam, karena bank Islam tidak berurusan dengan risiko tingkat bunga.

My Story Collection_9

Ya Allah, jodohkan aq dengan'x jika dia adalah yang terbaek buat'q, keluarga'q, dan agama'q.. mudahkan urusannya, murahkan rezekinya, sehatkan kami dan jangan lah Engkau beri kami cobaan karena Engkau pasti tau aq begitu rapuh... ya Allah berikan yang terbaek...aamin.

Kamis, 28 Oktober 2010

The Paper of Moety@; TINJAUAN STRATEGI MANAJEMEN ASET & LIABILITAS

 TINJAUAN STRATEGI MANAJEMEN ASET & LIABILITAS

Fokus manajemen aset dan liabilitas adalah mengkoodinasikan portofolio aset/liabilitas bank guna memaksimalkan profit bagi bank dan hasil yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jangka panjang dengan memperhatikan kebutuhan likuiditas dan prinsip kehati-hatian. Strategi manajemen aset dan liabilitas meliputi koordinasi karakteristik keuntungan (return) dan resiko atas portofolio aset dan liabilitas bank. Setiap keputusan investasi yang dilakukan oleh bank memerlukan keputusan simultan tentang bagaimana mendanai investasi tersebut. Risiko pada bank tidak hanya tergantung pada karakteristik aset, melainkan juga pada karakteristik liabilitas yang digunakan untuk mendanai aset tersebut.
Bank adalah lembaga intermediasi antara para penabung dan investor. Tabungan hanya dapat berguna apabila diinvestasikan, sementara para penabung tidak dapat diharapkan untuk sanggup melakukannya sendiri dengan terampil dan sukses. Nasabah mau menyimpan dananya  bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang menarik.
Proses pemilihan investasi itu harus dilakukan dengan seksama, karena kesalahan dalam pemilihan investasi akan mengakibatkan bank tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Manajemen tidak bisa semaunya menarik nasabah untuk menyimpan uangnya di bank, tanpa adanya keyakinan bahwa dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan dapat dikembalikan ketika dana itu sewaktu-waktu ditarik oleh nasabah atau dana tersebut telah jatuh tempo. Oleh Karena itu manajemen juga harus secara simultan mempertimbangkan berbagi risiko yang akan berpengaruh pada perubahan tingkat laba yang diperoleh. Hal ini juga meliputi penilaian terhadap budget dan rencana pendapatan, penilaian kinerja investasi perusahaan masa lalu, memantau distribusi aset dan liabilitas bergantung pada sifat dari sumber-sumber dana dan sifat investasi atas dana-dana tersebut.
Strategi manajemen modern meliputi pengawasan atas portofolio, baik aset maupun liabilitas. Pada kebiasaan sebelumnya, bank-bank menekankan pada pengawasan portofolio aset, menggunakan dana simpanan (deposit) untuk membangun portofolio aset yang sesuai dengan portofolio lliabilitas yang bersangkutan. Sejak 1960-an, penggunaan teknik manajemen aset dan liabilitas di kalangan perbankan konvensional semakin pesat sejalan dengan kian agresif dan ekspansifnya bank-bank menggunakan pinjaman jangka pendek untuk mendukung aset. Meningkatnya penggunaan manajemen liabilitas mendorong pengembangan strategi manajemen interest margin, yang memungkinkan bank mengambil keuntungan dari pergerakan tingkat bunga. Meluasnya penggunaan teknik manajemen liabilitas, di samping meningkatkan potensi keuntungan juga meningkatkan risiko dan kompleksitas pengelolaan bank.
Bank dapat memperoleh keuntungan yang tinggi bila mereka mengambil bunga yang tinggi dan menerima risiko likuiditas. Secara histories penerimaan bank dihubungkan dengan tingkat bunga dan risiko likuiditas, karena bank mendanai pinjamannya dengan sumber-sumber dana yang tidak sesuai (mismatch) dengan jangka waktu pinjaman. Dalam prakteknya sebagian besar bank menyesuaikan strategi pendanaan mereka melalui harapan-harapan siklus tingkat bunga untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Setiap keputusan investasi pada aset secara simultan memerlukan keputusan tentang pendanaan. Keputusan-keputusan tersebut harus memperhitungkan baik risiko aset maupun risiko pendanaan.
Dalam risiko keputusan atas aset dan liabilitas terdapat saling ketergantungan. Pendanaan atas aset akan mempengaruhi risiko pada bank. Karakteristik aset harus dipertimbangkan kesesuaiannya dengan sumber dananya. Oleh karenanya keputusan yang simultan atas investasi adalah aspek yang penting dalam evaluasi risiko.
Secara tradisional bank menghubungkan likuiditasnya dengan portofolio asetnya. Portofolio aset dibangun sehingga aliran keluarnya dana-dana dapat dijamin dengan likuiditas aset. Dalam dekade 1960-an dan 1970-an, manajemen bank menggeser likuiditasnya dengan lebih menekankan pada portofolio liabilitasnya daripada melikuidisi aset. Hal ini sejalan dengan makin agresifnya bank melakukan ekspansi pinjaman dan mendanai pinjamannya dengan dana pinjaman (borrowed funds), bukan dengan simpanan (deposits). Bank meminjam dana dari pasar uang.
Manajemen Aset
Manajemen aset, karena ia menyangkut likuiditas, memerlukan pembangunan aset-aset sedemikian rupa sehingga aliran keluar dana (outflow of funds) dapat diakomodasikan tanpa membuat penyesuaian dalam liabilitas. Investasi dalam aset  terkendala oleh kemampuan untuk mengubah aset menjadi dana yang dapat dipergunakan.
Likuiditas suatu aset berasal dari salah satu dari dua sumber, yaitu daya cair dari aset itu sendii (self contained liquidity) dan daya jualnya (marketability). Self contained liquidity menggambarkan tanggal jatuh temponya aset, sedang marketability adalah kemampuan untuk menukarkan aset menjadi uang melalui penjualan aset tersebut kepada investor lain di secondary market. Dalam kerangka ini maka bisa saja treasury bond yang berjangka 20 tahun dipandang lebih likuid daripada pinjaman berjangka 90 hari, karena walaupun jangka waktu bond jauh lebih lama daripada pinjaman, bank dapat memilih menjual bond di secondary market. Jadi likuiditas aset tergantung pada tingkat kemudahannya untuk dikonversikan menjadi kas guna memperoleh dana yang dibutuhkan.
Ditinjau dari segi perencanaan likuiditas, adalah penting untuk menyadari bahwa tidak semua aset dalam segala kategori adalah likuid dalam arti bahwa bank dapat dengan leluasa menggunakan aset tersebut untuk memenuhi kebutuhan dananya. Misalnya saldo pada bank koresponden bisa likuid, tetapi juga bisa tidak likuid bila saldo tersebut merupakan saldo minimum yang harus dipelihara untuk mengkompensasi layanan yang diberikan oleh bank koresponden tersebut. Jadi saldo yang likuid adalah saldo di atas saldo minimum yang harus dipenuhi seperti sipersyaratkan oleh bank koresponden.
Proses untuk menjamin likuiditas melalui konstruksi aset bukan tanpa biaya. Pada umumnya pinjaman mempunyai yield yang tinggi, tetapi merupakan aset berbunga yang paling tidak likuid. Makin tinggi derajat likuiditas suatu portofolio aset yang tersedia, makin rendah yield yang dihasilkan. Untuk memastikan likuiditas, bank terpaksa mengorbankan profitabilitas.
Manajemen liabilitas
Untuk menilai dampak manajemen liabilitas pada profitabilitas bank, selisih antara meningkatnya pendapatan pada portofolio aset dengan peningkatan biaya dana pinjaman dari pasar terbuka harus dianalisis. Meningkatnya pendapatan dari portofolio aset terjadi karena meningkatnya konsentrasi aset pada pinjaman dengan yield tinggi. Meningkatnya biaya untuk menjamin likuiditas melalui pinjaman dana diakibatkan oleh bunga pasar yang harus dibayar atas dana tersebut. Spread antara meningkatnya pendapatan dari aset di atas liabilitas merupakan ukuran perubahan dalam interest margin.
Suatu bank yang memastikan dana dengan pinjaman harus membayar tingkat bunga pasar. Biaya dana-dana ini lebih volatile daripada sumber dana dari deposit, yang secara potensial dapat menghasilkan peningkatan variasi dalam keuntungan bank. Dampak pemakaian manajemen liabilitas terhadap keuntungan bank tergantung bank pada karakteristik aset yang didanai dengan dana-dana pinjaman. Bila bank menggunakan dana-dana pinjaman untuk mendukung pinjaman jangka panjang dengan tingkat bunga tetap, maka keuntungan bank akan bervariasi sesuai dengan variasi yang terdapat pada tingkat bunga pasar. Bila bank menggunakan dana pinjaman untuk mendanai aset yang pendapatannya juga berfluktuasi sesuai dengan tingkat bunga pasar, maka tidak berdampak pada keuntungan.
Meningkatnya kepercayaan  pada manajemen liabilitas telah mengurangi tekanan likuiditas dan memungkinkan bank untuk menggunakan dana-dana dengan persentase yang lebih besar untuk aset mereka dengan yield yang lebih tinggi. Pada saat yang sama meningkatnya penggunaan dana-dana pinjaman telah berkomplikasi  pada proses pengelolaan portofolio bank. Untuk memastikan profitabilitas dan meminimalkan risiko, bank harus secara simultan mengelola jangka waktu (maturity), tingkat pendapatan/biaya (rate) dan karakteristik volume dalam portofolio aset dan liabilitas mereka. Hal ini mendorong pengembangan strategi pengelolaan interest margin, yang didesain untuk mnegkoordinasikan maturity, rate dan karakteristik volume dari portofolio aset dan liabilitas.
Teknik Manajemen Margin
Interest margin dinyatakan dengan jumlah absolute (dalam rupiah), yaitu selisih antara pendapatan bunga pada earning asset dengan pengeluaran bunga pada liabilitas. Interest margin juga dinyatakan dalam persentase dari earning assets untuk mengukur net yield pada portofolio of earning assets.
Spread adalah selisih antara persentase tingkat bunga pada aset dengan persentase tingkat bunga pada liabilitas. Konsep tentang spread dapat digunakan untuk semua portofolio aset atau liabilitas, atau digunakan untuk  mengevaluasi profitabilitas dari masing-masing aset secara individual dibanding dengan dana-dana yang mendukung aset yang bersangkutan. Konsep spread dipakai secara ekstensif dalam menetapkan harga pinjaman.
Konsep interest margin dan spread merupakan ukuran bagi pernyataan bagi pernyataan laba/rugi (income statement), artinya ukuran langsung diperoleh dari income statement. Konsep ini juga dipakai pada perencanaan yaitu spread diestimasikan dengan prediksi pendapatan (return) pada aset dan biaya dana yang diharapkan. Variasi dalam expected spread dapat muncul ketika terjadi ketidaksesuaian (mismatch) pendanaan.
Konsep kunci lainnya yang dipakai dalam analisis interest margin adalah gap, di mana hal ini adalah konsep neraca. Gap mengukur ketidakseimbangan antara variabel dan fixed rate aset dan liabilitas. Gap management dipakai untuk meningkatkan interest margin di atas siklus tingkat bunga. Setiap periode diukur dengan jumlah rupiah di mana variabel rate (interest sensitive) assets/melebihi variabel rate liabilities. Bila bank memiliki positive gap, artinya bank mendanai sebagian variabel rate assets-nya dengan fixe rate liabilities.
Untuk meningkatkan spread, bank harus memilih komposisi portofolio aset dan liabilitasnya sesuai dengan prediksi siklus pergerakan tingkat bunga. Singkatnya, bank harus menerima risiko yang lebih besar untuk mencapai tingkat keuntungan yang lebih tinggi. Bila portofolio disesuaikan untuk memaksimumkan keuntungan dalam lingkungan tingkat bunga yang tersedia dan manajemen salah dalam menaksir lingkungan tingkat bunga itu, maka bank dapat mengalami penurunan spread, atau mengalami negative spread dan merugi. Teknik manajemen margin menghendaki agar manajemen berhati-hati dalam menaksir pertukaran risiko dan keuntungan yang terkait dengan penyesuaian portofolio. Makin agresif manajemen mencoba meraih laba dari pergerakan tingkat bunga, makin besar risikonya.
Ada tiga karakteristik portofolio aset dan liabilitas yang harus dikelola secara simultan untuk mencapai sukses dalam mengelola margin dan spread, yaitu komposisi jangka waktu (maturity), struktur tingkat bunga dan risiko kegagalan (default risk). Pengelolaan simultan atas karakteristik itu memerlukan seni penyeimbangan yang halus, di mana manajemen berusaha mengkoordinasikan arus dana-dana masuk dan keluar dari pool  dana-dana bank.
Komposisi jatuh tempo dapat match atau tidak. Bank dapat mengunci spread antara pendapatan atas aset dan liabilitasnya bila komposisinya matched. Bila komposisinya mismatch maka bank tidak dapat mengunci spread-nya. Sebagai kelengkapan dari komposisi jangka waktu, manajemen margin yang efektif memerlukan koordinasi dengan struktur tingkat bunga. Struktur tingkat bunga merujuk kepada sensitifitas tingkat bunga pada aset dan liabilitas. Kenyataannya struktur  tingkat bunga dan struktur jangka waktu berinteraksi untuk menentukan aspek-aspek kritis dari keuntungan bagi bank. Sensitifitas tingkat bunga bergantung pada pendapatan bunga yang diterima atas aset ataupun bunga yang dibayar atas liabilitas dengan perubahan tingkat bunga pasar dan pada kecepatan penyesuaian dengan perubahan tingkat bunga pasar tersebut.
Karakteristik lain dari portofolio aset dan liabilitas yang harus dipertimbangkan demi efektifitas pengelolaan margin adalah risiko kegagalan (default rate). Risiko kegagalan pada bank atas portofolio aset melebihi risiko kegagalan pada depositor untuk liabilitasnya. Porsi spread yang dibuat oleh bank adalah kompensasi bagi pengumpulan risiko dan evaluasi kredit. Depositor bersedia menerima bunga yang lebih rendah atas dana yang mereka pinjamkan kepada bank karena mereka tidak dapat mengevalusi kelayakan kredit dari peminjam akhir dari dana-dana dalam tingkah laku biaya yang efektif.
Bank dapat menyesuaikan spread melalui pengelolaan risiko kegagalan dalam portofolio kredit dan investasinya. Harapan spread yang lebih besar dapat dicapai dengan memberikan kredit berisiko tinggi dan surat berharga yang berkelas rendah. Manajemen bank harus membuat taksiran yang prudent dalam pengambilan strategi pertukaran risiko dan keuntungan. Peningkatan spread melalui pengambilan risiko menyebabkan masalah terutama pada saat ekonomi sedang memburuk.

My Story Collection_8

Setiap orang berhak memilih. Kesungguhan bukan terletak dari tawaran materi yang diberikan tapi bukti sikap adalah hal yang paling diinginkan setiap orang. Aq bukan tipe orang yang lari dari kenyataan dan tanggung jawab tapi aq tidak suka berada di posisi menunggu suatu hal yang tidak jelas. Aq tidak suka orang yang mengulurkan waktunya untuk kebaekan...walau aq juga bukan orang yang bisa selalu melakukan kebaekan itu...

Senin, 25 Oktober 2010

My Story Collection_7

Awu sa niga yebqebsaf waha2 mabs yeynuah wu hefwevuh, ubswacab yafat..wegax.. ahau tibaab.. fagabma awu ibsib yebabsig ahau yaxat awu yebabsig habca wu gaqafi... awu geqit gewaxi viwa ibi hefvaqi. geqiiiit gewaxi. qab xenit geqit xasi viwa ofabs mabs wu gamabs mabs yexawuwab ibi.. Maa Allah wuahwab awu.. tafi ibi awu yebstaqaci nabmaw tax mabs yeynuahwu gmow... wuahwab awu maa Allah. aamin.

Minggu, 24 Oktober 2010

My Story Collection_6

Siapa bilang menata hati itu mudah. Banyak orang yang cerdas dalam teori dan ideologi, tapi tidak dalam hal kehidupan. Banyak orang yang bisa  tenang dalam kesenangan tapi tidak dalam penderitaan atau sebaliknya sabar dalam kesengsaraan tapi tidak dalam kebahagiaan. Dalam tasawuf banyak hal yang membuat kita sadar bahwa hidup bukan sekadar materi tapi arti dan makna kehidupan yang hakiki adalah yang paling berharga dalam hidup ini.
Orang akan merasa lebih bahagia ketika bersama orang yang dicintainya; orangtuanya, isterinya atau suaminya, anak2nya, kekasihnya, saudaranya, atau sahabat2nya...tetapi tidak setiap orang menyadari semua kebahagiaan bersama orang2 yang dicintainya hanyalah sementara. Bukankah kita sering bersedih karena orang yang kita cintae justru adalah orang yang paling membuat kita terluka atau sahabat yang kita percaya adalah orang yang menikam kita dari belakang..
Lalu siapa sesungguhnya yang membuat kita tenang dan merasa damai...
Jawabannya ada di lubuk hati kita yang paling dalam...

Rabu, 20 Oktober 2010

My Story Collectoion_5

Seberapa kuat pun aq melangkah di jembatan kehidupan ini aq akan tetap kepada ujung perjalanan. Aq ga tau apakah maseh akan lama lage aq berjuang untuk tiba di ujung sana. Seperti aq juga tak tau apakah aq akan menemukan sebuah ujung yang membuat'q tersenyum bahagea. Ada rasa hampa yang begitu dalam menghunjam ketika aq tak punya teman melangkah. Ada rasa getir ketika q memandang ke belakang. Banyak hal yang sudah q biarkan berlalu..yang q lewate tanpa q sadare banyak hal yang sia-sia.. Aq tidak tau bagaimana mengungkapkan semua yang terjadi. Kecuale q berharap akan ada maseh banyak hal yang bisa q lakukan ketika q memandang kembale ke depan.. akan maseh banyak kebaekan yang aq harus q raeh sebelum aq siap berada di ujung jalan.. Tuhan, izinkan aq melakukan yang terbaek dalam hidup'q...

Senin, 18 Oktober 2010

My Story Collectoion_4

I know that i can't be perfectionist for u. but i hope u be able to understand me. 
i need a time for forgetting someone which is ever special in my heart. and i'm sure u also feel that like u don't forget u'r honey yet. i think we have to be hard for getting up from our broken heart. and we have to build our feeling again. Now, i'm yours and u'r mine. so we must study for love...and get a happieness...

Minggu, 17 Oktober 2010

My Story Collection_3

i want to tell about my love travelling. but if  i want to begin it, i get a difficulty. i couldn't continue my story...
i dont know either about that. i think i dont want to publish my privacy...

Next !!! This is My Imagination Story. (CERPEN)

"Man Jadda Wa Jada"

"Muuuuuuui !", teriak kawan'q yg sedang tertatih-tatih mengejar'q. maklum sech badannya kan endut.
"iya, cepetan..", jawab'q tanpa q hentikan langkah panjang'q. 
Hare ini aq harus segera menyelesaikan banyak hal. waktu ngumpul naskah skripsi tinggal menghitung hare. padahal baru 2 bab yang q tawarkan kepada dosen penasehat'q sebagai jaminan kalo aq bisa maju sidang. so aq harus segera memberi bukti dalam waktu dekat naskah skirip'q akan selesai tepat pada waktunya. 
"Mui, santae sedikit kenapa sech", omel Ery.
"Kan ga lare tokh gunung dikejar", lanjutnya manyun.
"Badan lo kale yg gunung..hee", jawab'q santae walau kake'q tetap melangkah cepat.
Ery cuma ngos-ngosan. Aq jade kasean. akhernya q perlambat juga derap langkah'q.
Semoga ad berkahnya, urusan'q dipermudah karena solidaritas'q dengan teman..amin. doa'q dalam hate.
Sampai di kantor Fakultas Keagamaan, aq segera menuju ruangan dosen penasehat'q yang ada di lantae dua, tepat di ruangan beliau, Pembantu Dekan 1. Ery sudah menyerah mengikute'q. Dia lebih memilih pergi online di warnet fakultas.
"Salamu'alaekum, Pa. Permisi..minta sumbangan..hee", salam'q dare luar.
"W3. Masuk. sumbangan ap Mui ?", tanyan beliau ikut tersenyum.
setelah berbasa-basi sebentar, aq langsung aj konsultasi.
"Kapan kamu mau maju sidang ?", tanya beliau.
"Ah, Bapak. mendaftar aj belom..", jawab'q.
"Maksud Bapak, kamu sidang skripsi ingin semestar ini atau kapan ?"
"semestar ini, Pa.."
"Terus, udah selesai naskahnya ?"
"Belom".
"Terakher pendaftaran kpn ?"
"Hare ini."
Pa Musthafa cuma mengerutlkan kening.
"Bapak jangan kuater, maseh ad waktu 10 hare lage untuk waktu sidang. walaupun saya belom mendaftar dengan persyaratan lengkap, termasuk naskah skirip saya yang baru 2 bab, tape kan maseh ad waktu itu Pa.."
"Apa maksudmu ?"
"yang penting Bapa tanda tangan, tanda bapa setuju saya sidang semester ini juga. yg laen menyusul."
"yaken, kamu bisa ?"
"Bapa yaken saya bisa ?"
Pa Musthafa berpikir sejenak. dan akhernya diberinya tanda tangan persetujuan dosen pembimbing.
"Bapa yaken kamu tidak akan memberi bapa malu"
"InsyaAllah Pa."
setelah diberi saran agar aq harus konsent mengurus naskah skiripsi juga aq diminta menyelesaikan administrasi segera. dengan semangat aq melangkah keluar ruangan. tanpa ragu aq pergi menghadap dosen pembimbing 2. aq yaken Pa Abdullah juga menyetujui. tapi belom aq memaparkan semuanya dihadapan beliau, Pa Abdullah sudah memupuskan harapan'q.
"Aq tidak bisa memberi tanda tangan..", jawabnya.
"Kenapa Pa..", tanya'q shok.
"Terlalu berat."
"Apa yang berat Pa ?"
"Naskah kamu belom selesai."
"Bapa taukan tinggal 3 bab lagi..yang 2 bab kemaren aj bisa saya selesaikan dalam waktu 2 hare pa..jade kalo 3 bab lage berarte kira2 1 minggu lage juga udah kelar..InsyaAllah."jawab'q dengan nada memohon.
"Okey, bagaimana dengan administrasi ?"
"Kalau bapa memberi tanda tangan akan saya selesaikan semua administrasi itu Pa.."
"truz kpn qm menyelsaikan naskah kamu?"
"kan maseh ada waktu malam hare Pa."
"Saya yaken tidak yaken.."
"Ah, Bapa.. kalo Pa Musthafa aj yaken, knp bapa ngga ?" jawab'q meyakenkan.
sejenak Pa Abdullah terdiam.
"Baiklah, karena Pembimbing 1 kamu udah setuju, akan saya beri tanda tangan juga."
"Bapa yaken ?"
"Begini saja, kalau kamu tidak bisa melakukan semuanya, maka otomatis batal surat ini. tp jika diterima, Alhamdulellah kan. berarte ini ad manfaatnya."
Hemm, pragmatis. koment'q dalam hate. akhernya aq mendapatkan juga surat persetujuan dengan tanda tangan lengkap dae pembimbing 1 dan 2.
Perjalanan berikutnya lebih berat sampae aq tidak kuasa lage mengungkapkannya lewat kata-kata. yang jelas bage aq hal-hal yang bersifat administratif sangat menyusahkan. padahal Islam aj kan mudah..tau'ah gimana yang baeknya. yang jelas aq akhernya bisa maju sidang dengan perdebatan akher yang maseh bisa q'ungkapkan.
"Kame pikir kamu tidak bisa sidang sekarang. semestar berikutnya aj.", putus biroskripsi selesai rapat mereka.
"Kenapa Pa ?"
"Karena Pembimbing 2 kamu tidak ada di tempat."
"Apa hubungannya Pa?"
"Itu penting buat berita acara."
"Tapi dulu juga ada kasus mahasiswa bisa sidang walaupun Pembimbing 2 tidak ada."
Mereka terdiam.
"Mui, kamu maseh muda, baru 7 semestar. maseh ada kesempatan 7 semestar lage baru di DO", jawab mereka.
"Hah ? beneren Pa ? "
"Iya."
"Wah, asyek donk. tp bapa dan ibu semua mau kan bayaren SPP saya..", jawabku nakal.
Mereka terdiam.
"Asal bapa dan ibu semua tau, selama saya kuleah pada fakulatas yang penuh dengan beasiswa ini saya ga pernah mendapatkan satu beasiswa pun kecuale satu kale yang itu adalah karena emang semua mahasiswa  sebagai penerima dari satu lembaga itu. padahal ga sombong nech Pa..Nilai IP saya lebih tinggi dari kawan2, saya juga dare keluarga yang ga mampu, tp aneh kan Pa ko malah saya ga pernah dikaseh beasiswa prestasi atau beasiswa pa pun yang bisa menjade bukti kalau fakultas Keagamaan ini bukan pengikut kaum nepotis or kolusis."
Semua terpana. aq tak sanggup lage. air mata ini menitik juga.
"Saya cuma minta keadilan.."
"Lagean kenapa kita harus lebih mengutamakn birokrasi yang mengikat tape menyusahkan darepada untuk sebuah kebaekan.." lanjut'q parau.
aq pergi meninggalkan ruangan itu dengan tetesan aer mata dan aq menyerah kale ini.

Aq pergi kerumah teman. disana aq cuma diam tanpa aq tau ap lage yg harus aq pikirkan. tp selang beberapa jam, ad yg nelfon. no baru.
"Hallo".
"Mui, kamu bisa sidang lusa.", aku terkejut ketika mendengar suara ibu Ayu yang juga dare tim biroskripsi mengumumkan itu.
Alhamdulellah akhernya semua berlalu dengan maniz. aq sudah membuktikan. Waktu bukanlah ukuran untuk sebuah kesuksesan. tape kesungguhan, pantang menyerah, spiritulitas, prinsip kebenaran, dan kegigihan adalah modal terbesar kesuksesan seseorang. amin.





The Truth Claim

Awalnya aq ga kenal dengan dunia filsafat en tasawuf ap lg wacana ilmu Kalam.
Tp kemudian karena aq sudah m'emilih Jurusan Akidah Filsafat di Fakultas Ushuluddin, ya walau pilihan ini karena emang katanya "dilempar" oleh Institut taon 2005 yg lalu aq sech enjoy aj. bage aq yg penting kuleah en nuntut ilmu, pa lg ilmu agama.. sebagai ilmu yang tidak saja m'mberikan kita arti ketenangan hidup di dunia juga di akherat tape yang juga yang paling esensi bage aq adalah aq mengenal-Nya lebih dekat..dan dekat. kalo perlu nech seperti dalam dunea tasawuf dekat seperti "hulul"-nya Alhalaj ato "wahdatul wujud"-nya Ibn 'Arabi, ato yg lebih moderat sampe tingkat "ma'rifah" dech juga dah lumayan untuk makhluk seperti'q..
waktu pertama kale aq masuk kuleah aq milih jurusan b.Inggris sebagai pilihan pertama'q. tp ga tau dech knp ga di'lulusen. padahal kalo d'pikir2 yg paling logis kan aq emang s'harusnya dilulusen..buktinya, ga sombong tp ini realita, nech waktu tes b.Inggris seinstitut untuk angkatan q aq malah ad d'peringkat ke-10 dari kurang lebih 300 mahasiswa dan d'gabungen k'program bahasa lokal 1 untuk mata kuleah institut. truz aq juga dare anak SMA bukan dare Aliyah ap lg pesantren..! kata Mr.Pahriadi dosen Ushuluddin yg juga m'rangkap dosen Tarbiyah, jur.b.Inggris juga bilang aq emang seharusnya bisa lulus d'jurusan pilihan pertama'q tsb. ironis'x nech aq malah harus nongkrong d'bangku Fak.Ushuluddin tepat'x jurusan Akidah Filsafat, jurusan yg sama skale aq ga pernah mngenalnya dalam hidup'q..ap lg jurusan ini m'nuntut kita rus tau banyak ilmu agama sbelumnya, kalo perlu hapal Alquran, en pandae b.Arab !!!
Aneh ya.. aq ga ambel puseng ttg semua itu. bage aq the most important adalah tidak setiap hal kita harus memiliki..ceeeiy kaya dlm dunea cinta gitu.. ga, bage aq jurusan ap pun adalah baek buat'q ketika aq sudah berkunsekuensi kuleah di sebuah institut Islam. yg penting kan ilmunya.. bukan label jurusannya. tokh, aq maseh tetap bisa belajar b.Inggris tp belajar arte cahaya k'hidupan dan kebenaran? perlu Progran Khusus..lo..ini kan nama salah satu jursan d'fakultas'q..hee.
Nah, d'jurusan S1 aq, Akidah Filsafat, ternyata ga sulet2 amer ko belajar. yg penting katanya nech banyak2 membaca.. sayang sekale hobi membaca'q waktu SD sampe SMA malah stop waktu aq kuleah, coz q mule hobi yg namanya "jalan-jalan" ap lg ama teman2 k'tempat2 wisata ato tmpat2 yang mmbuat qt fresh..
hemm..q ngeles sech, qt belajar ga mesti lewat mmbaca but dare reality is very fact !

ntar story-nya di sambung..mo break dulu dech.

Kamis, 14 Oktober 2010

The Paper of Moety@__"Resume of Alfani Daud Book"

RESUME BUKU “ISLAM DAN MASYARAKAT BANJAR; DESKRIPSI & ANALISA KEBUDAYAAN BANJAR”
KARYA ALFANI DAUD

Tugas Mata Kuliah Islam Kawasan Kalimantan

Dosen Pengasuh:

DR. MUJIBURRAHMAN, MA
















Disusun oleh;

Mutia Rahmawati
NIM. 09.0201.0492

Syahyuni
NIM. 09.0201.0493




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN FILSAFAT ISLAM
KONSENTRASI ILMU TASAWUF
BANJARMASIN
2010 M/ 1431 H

RESUME BUKU “ISLAM & MASYARAKAT BANJAR; DESKRIPSI & ANALISA KEBUDAYAAN BANJAR”
KARYA ALFANI DAUD
(STUDI ISLAM KAWASAN KALIMANTAN)



A.     PENDAHULUAN
Dalam Studi Islam Kawasan Kalimantan, buku yang ditulis oleh Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar; Deskripsi & Analisa Kebudayaan Banjar, telah menjadi salah satu rujukan literatur nasional yang hal ini boleh jadi karena Penulis buku tersebut adalah asli “Orang Banua” atau juga karena buku yang ditulis dari hasil area study; yang langsung terjun ke lapangan, atau bisa juga karena kurangnya buku-buku yang menjadi literatur bagi kalangan yang mempelajari studi Islam di kawasan Kalimantan, terutama Islam dalam masyarakat Banjar. Terlepas dari semua itu, buku ini sangat penting ketika khazanah sejarah masyarakat Banjar mulai kurang tersorot dalam kajian historisitas dan religiusitas masyarakat Banjar itu sendiri di era Kontemporer ini. Padahal diakui atau tidak, tidak ada agama yang berkembang di suatu wilayah tanpa terlepas dari pergumulan budaya wilayah tersebut. Hal ini akan menjadi sangat penting ketika berbicara Islam adalah agama yang disebut sebagai agama tauhid, tapi sadar atau tidak disadari, sengaja atau tidak sengaja, berdaya atau tidak berdaya dalam realita, unsur adat dan budaya telah masuk atau justru akan selalu ada dalam ranah pengamalan ajaran Islam itu sendiri.
Dalam buku tersebut kita akan lebih mengenal seluk beluk kondisi geografis dan sosiologis masyarakat Banjar, bagaimana budaya dan ritualitas mereka yang dulu masih sangat kuat dijalankan bahkan hingga sekarang masih ada yang menjadi bagian dari kehidupan mereka. Selain itu, bagaimana juga Alfani Daud memaparkan tentang ajaran Islam dan kebudayaan Banjar itu sendiri; antara esensi ajaran Islam yang bersifat tauhidiyah dan yang bersifat insaniyah juga yang bersifat kauniyah dengan unsur-unsur kebudayaan yang diproduk oleh manusia itu sendiri atau dari pengaruh ajaran agama lain baik dari agama terdahulu maupun agama yang masuk dari luar. Hal ini akan menjadi sub-sub penting yang kami resume dengan lebih banyak memuat kutipan-kutipan yang ditulis oleh Alfani Daud tersebut tanpa melupakan kritikan, komentar, dan saran untuk menambah luasnya wacana kajian “Islam dan Masyarakat Banjar” karya beliau tersebut untuk menjadi lebih inspiratif dan kritis bagi generasi penerusnya yang berminat untuk melakukan kajian yang sama.

B.     MASYARAKAT BANJAR: KONDISI GEOGRAFIS & SOSIOLOGIS
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1947 membentuk suatu daerah ketatanegaraan Banjar dengan sebuah dewan perwakilan yang dinamakan Dewan Banjar, yang wilayahnya meliputi eks Afdeeling Bandjermasin dan Afdeeling Hoeloe Soengei, yang akan menjadi bagian Negara federasi RIS yang akan meliputi seluruh Indonesia.(h. 2).
Yang mengaku orang sebagai orang Banjar bukan saja penduduk eks Afdeeling Bandjermasin melainkan meliputi juga penduduk asal eks Afdeeling Hoeloe Soengei, khususnya jika berada di luar kedua eks Afdeeling itu. Untuk Afdeeling Bandjermasin meliputi Banjarmasin, Marabahan/Barito Kuala, Martapura/Banjar, dan Plehari/Tanah Laut. Sedangkan Afdeeling Hoeloe Soengei meliputi Rantau/Tapin, Kandangan/Hulu Sungai Selatan, Barabai/Hulu Sungai Tengah, Amuntai/Hulu Sungai Utara, dan Tanjung/Tabalong. Dalam wilayah eks Afdeeling yang disebut terakhir ini diketahui setidak-tidaknya dibedakan dua wilayah, sesuai dengan kebiasaan penduduk menyebutnya, yaitu daerah Pehuluan dan daerah Batang Banyu. Batang Banyu berarti sungai, dan sering berarti nama lain bagi sungai Negara. Sebagai suatu daerah ia meliputi wilayah lembah sepanjang sungai Negara mulai dari sekitar kota Margasari di sebelah hilir dan mungkin sampai ke kota Kelua di tepi sungai Tabalong. Pehuluan berarti tempat di hulu atau daerah hulu sungai, dan sebagai daerah meliputi wilayah aliran sungai-sungai anak cabang sungai Negara dan semuanya berhulu di pegunungan Meratus. Penduduk Batang Banyu dinamakan orang Batang Banyu dan penduduk Pehuluan dinamakan orang Pehuluan, yang memang dibedakan dengan orang Banjar. (h. 1).
Bahasa yang dikembangkan oleh orang Banjar dinamakan bahasa Banjar dan bahasa yang dikembangkan oleh orang Pehuluan dinamakan bahasa Pehuluan. Tidak ada kesulitan komunikasi antara pemakai kedua dialek ini, karena keduanya masih tergolong bahasa Melayu. Menurut Alfani Daud, baik bahasa Banjar maupun bahasa Pehuluan masih terbagi atas berbagai subdialek. (h.2).
Diperkirakan cikal bakal nenek moyang suku bangsa Banjar berintikan suku bangsa Melayu yang berimigrasi ke daerah ini dari Sumetara atau sekitarnya pada sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Mereka memasuki daerah ini dari arah Selatan, Laut Jawa, pada waktu daerah rawa-rawa yang luas, yang membentuk provinsi Kalimantan Selatan dan provinsi Kalimantan Tengah saat ini, masih merupakan sebuah Teluk Raksasa, dengan pantai sebelah timurnya berada di kaki pegunungan Meratus. Cikal Bakal nenek moyang orang-orang Banjar memudiki sungai-sungai yang bermuara di teluk raksasa dan membangun pemukiman di tepi-tepi sungai tersebut, yang semuanya berhulu di kaki pegunungan Meratus.
Pada waktu mereka mula pertama tiba di kawasan ini, mereka tentu berjumpa dengan kelompok-kelompok penduduk yang lebih asli, yaitu yang saat ini disebut secara umum sebagai orang Dayak, yaitu suku Dayak pegunungan Meratus (suku  Dayak Bukit),  suku Dayak Manyan, suku Dayak Ngaju (di kalangan masyarakat Banjar dinamakan Biaju), dan suku Dayak Lawangan. (h. 3).
Ketika cikal bakal nenek moyang orang Banjar itu membentuk pusat-pusat kekuasaan yang kecil-kecil, kewibawaannya juga meliputi kelompok-kelompok Dayak di sekitarnya, yaitu suku Dayak Manyan di lembah Tabalong dan Balangan (dan sebelah hilirnya), dan suku Dayak Bukit di lembah sungai-sungai lainnya. Pada suatu saat pusat-pusat kekuasaan yang kecil-kecil itu berhasil dipersatukan dalam suatu pusat kekuasaan yang lebih luas. Pusat kekuasaan yang menyatukan seluruh wilayah Banjar  ini bergerak ke arah Selatan sejalan dengan terbentuknya delta-delta baru di lembah Negara dan seirama dengan pergeseran ibukota ini dan pertemuan serta percampuran dengan kelompok-kelompok Dayak, yaitu Dayak Bukit dan Dayak Manyan, dan belakangan, ketika ibukota berada di Banjarmasin dengan Dayak Ngaju, masyarakat Banjar berkembang menjadi tiga kelompok sub suku, yaitu (Banjar) Pehuluan, (Banjar) Batang Banyu, dan Banjar (Kuala). Tentang ketiga kelompok subsuku ini sangat disadari oleh masyarakat Banjar. (h. 3).
Ketika berabad-abad kemudian teluk raksasa yang maha luas itu berubah menjadi rawa-rawa dan daratan, ternyata cikal bakal masyarakat Banjar itu menempati suatu wilayah yang di sebelah timur dibatasi oleh pegunungan Meratus, dan di sebelah Barat dibatasi oleh sungai Barito. Mereka kemudian mendesak orang-orang Dayak, sedemikan hingga, kecuali mereka yang melebur ke dalam masyarakat Banjar, kelompok-kelompok Bukit saat ini mendiami daerah pegunungan Meratus yang lebih jauh, kelompok-kelompok Manyan hanya tersisa sedikit di lembah Tabalong dan lembah Balangan, dan kelompok-kelompok Ngaju tidak ada lagi di daerah ini. Masyarakat Dayak, khususnya Bukit dan Manyan, mempunyai dongeng-dongeng yang menyatakan kenangan mereka akan di daerah-daerah yang dahulu merupakan tempat tinggal mereka. (h. 3-4).
Hal tersebut di atas menurut Alfani Daud, bisa dibayangkan adanya percampuran darah dengan kelompok-kelompok Dayak setempat. Kebudayaan kaum imigran Melayu lebih unggul dan lebih dominan dari kebudayaan masyarakat yang lebih asli. Sehingga meskipun mungkin darah Dayak lebih banyak mengalir dalam tubuh kelompok masyarakat Banjar tertentu, namun kebudayaan yang dikembangkannya tetap kebudayaan kaum pendatang.
Seperti uraian di atas juga, daerah pemukiman para imigran Melayu, yang menjadi inti masyarakat Banjar, yang mula-mula ialah lembah-lembah sungai Martapura, sungai Negara, dan sungai-sungai lain yang semuanya, belakangan, merupakan cabang-cabang sungai Negara. Yang terpenting diantaranya ialah sungai Tapin, sungai Amandit, sungai (Batang) Alai, sungai (Batang) Balangan, dan sungai Tabalong. Semua sungai-sungai yang disebutkan ini arusnya relatif tidak deras, diantaranya ada yang masih dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut sampai sekarang ini, sehingga juga relatif mudah dimasuki dari Laut Jawa, melalui teluk raksasa yang diperkirakan dahulu jauh menjorok ke dalam pulau Kalimantan bagian Selatan. Pemusatan penduduk yang besar tentu saja dahulu juga terletak di tepi-tepi sungai tersebut, yaitu di tebing-tebing sungai yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya yang umumnya berupa rawa-rawa. Kota-kota yang terbentuk dahulu juga terletak di tepi-tepi sungai tersebut di atas, yaitu Banjarmasin, Martapura (keduanya di tepi sungai Martapura); Marabahan (di muara sungai Bahan di tepi sungai Barito); Margasari, Negara, Alabio, Amuntai (di tepi sungai Bahan), Kelua dan Tanjung (di tepi sungai Tabalong); Rantau (di tepi sungai Tapin), Kandangan (di tepi sungai Amandit), Birayang dan Barabai (keduanya di tepi sungai Alai). Hanya Tanjung dan umumnya lembah sungai Tabalong yang terletak di daratan yang agak tinggi. Kota-kota Barabai, Kandangan,                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 Rantau (ketiganya mungkin terbentuk sejalan dengan dibangunnya konsentrasi militer Belanda), Birayang, dan Martapura, dan daerah-daerah sekitarnya terletak pada ketinggian tidak lebih dari 20 meter di atas permukaan laut di lereng Pegunungan Meratus, sedangkan Amuntai, Alabio, Margasari, dan Negara dilingkungi oleh tanah rendah  yang sering digenagi air. Marabahan dan Banjarmasin, yang terletak pada pertemuan, masing-masing sungai Bahan dan sungai Martapura dengan sungai Barito sering tergenang ketika air pasang naik. Sekarang dapatlah diperkirakan pola pemukiman penduduk pada tahap permulaan, dimana sungai menjadi sarana perhubungan yang paling penting, penduduk memusat di tepi-tepi sungai. Namun belakangan, meskipun sungai tetap merupakan sarana perhubungan yang terpenting, penduduk menyebar pula ke daerah-daerah yang relatif agak jauh dari tepi sungai, malah kemudian mendesak agak ke lereng-lereng pegunungan yang lebih tinggi. Ketika jalan raya dibangun sekitar pertengahan abad yang lalu dan menjadi sarana perhubungan yang penting pula di samping perhubungan sungai, pemukiman penduduk juga terjadi sepanjang jalan tersebut, di samping pemukiman lama yang memanjang sungai. (h. 106-107, dikutip oleh Alfani Daud dari tulisan Tichelman).
Mengingat situasi alam seperti itu, kemungkinan untuk hidup dari pertanian pada waktu dahulu agak terbatas. Padi mungkin dahulu hanya dihasilkan di daerah hulu sungai, dan hanya cukup untuk kebutuhan daerah itu saja, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan kota-kota pelabuhan dan kota-kota pantai beras harus didatangkan dari Jawa, paling tidak sebagian. Lada merupakan hasil produksi yang pokok pada masa sebelum zaman Hindia Belanda, dan kemudian juga kopi. (h. 107).
Pencaharian hasil hutan daerah hutan gunung tidak banyak dilakukan, meskipun juga dengan hasil-hasil hutan berupa kayu bulat (logs), rotan, dammar, bamboo, dan lain-lain. Yang banyak diusahakan ialah hutan-hutan di daerah berbukit-bukit, baik secara tradisional sejak zaman dahulu hingga belum lama berselang atau secara modern sejak akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan karena usaha mengangkut hasilnya lebih mudah, yaitu dengan menghilirkannya sebagai rakit-rakit melalui sungai. Hutan jenis terakhir ini banyak terdapat di wilayah kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Banjar, dan Tanah Laut, dan membelok ke arah  Timur di kabupaten Kota Baru. (h. 108).
Bumi Banjar juga mengandung bahan tambang; yang sudah digali sejak lama ialah intan, emas dan batu bara, dan belakangan batu berikil dan pasir. Ditemukannya batu bara di daerah Riam Kiwa dan Banyu Irang adalah salah satu sebab mengapa kesultanan Banjar harus dihapuskan sekitar pertengahan abad yang lalu: Belanda berusaha dengan segala cara agar daerah pertambangan batu bara itu termasuk dalam daerah kekuasaannya yang langsung, lepas dari pengaruh sultan. Usaha penambangan intan dan emas sudah dikerjakan secara turun-temurun, mungkin sejak zaman kerajaan yang awal; cara-cara penambangan sering lebih bersifat upacara, dengan pantangan-pantangan ketat. Kampong Cempaka di dekat Martapura adalah tempat penambangan intan sejak zaman sultan-sultan, dan mata pencaharian penduduknya dahulu memang mendulang intan secara turun-temurun. Tempat-tempat penambangan intan lainnya ditemukan di tempat-tempat lain di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut. Emas ditemukan di wilayah Kabupaten Tanah Laut juga. Batu kali dan pasir juga ditambang oleh rakyat.
Adanya hasil hutan berupa kayu, selain menumbuhkan usaha penebangan, yang diusahakan oleh kelompok-kelompok tertentu, telah pula menumbuhkan usaha penggergajian kayu (wantilan). Kalimantan Selatan memang terkenal sejak lama sebagai penghasil kayu gergajian, termasuk dari bahan ulin. Tersedianya jenis ulin tertentu telah menumbuhkan usaha kerajinan, yang mengolah kayu ulin menjadi sirap, yang digunakan sebagai atap rumah-rumah mewah. Perahu-perahu layar dan bermotor di kawasan ini sering dibuat dari bahan ulin; industri perahu ini banyak ditemukan di Negara, tetapi juga terdapat di sekitar Banjarmasin.
Di bidang usaha kerajinan, diantaranya berupa anyam-anyaman dari bahan rotan (tikar, lampit, kipas, keranjang-keranjang, dan lain-lainnya), dari bahan bamboo (wadah-wadah, alat-alat penangkap ikan, dan lain-lain), bamban, purun (tikar, topi, wadah-wadah), daun dan pelepah rumbia dan nipah (atap, kajang, lampit, tudung saji, dan tanggui, sejenis topi yang sangat lebar).
Usaha kerajinan tenun, kerajinan batik, dan pencelupan kain dahulu memang ada; sekarang ini ketiga keterampilan ini hanya menyiapkan kain untuk keperluan upacara atau pengobatan secara magis, dan kualitasnya pun sangat rendah sekali. Juga kerajinan ukir mengukir dahulu ada di kawasan ini, tetapi sekarang sudah menghilang.
Konon usaha pertanian di daerah sekitar Negara dahulu relatif sulit dilakukan. Penduduk Negara lalu mengembangkan keterampilan membuat kerajinan tanah liat, kerajinan besi, dan kerajinan kuningan, serta kemudian kerajinan aluminium. Sebagai daerah penghasil ikan, yang banyak ditemukan di rawa-rawa di sana, Negara juga menghasilkan alat-alat penangkap ikan, dari bahan benang (belakangan benang nilon), dari bahan bambu, dan lain-lain. Produk pandai besi Negara, berupa senjata tajam dan alat-alat pertanian, sangat terkenal sejak zaman sultan-sultan. Saudagar-saudagar dari Negara memasarkan produksi daerahnya bukan saja di daerah Banjar melainkan sampai ke daerah lainnya di Nusantara dan di luarnya. Negara memang terkenal sebagai kota industri sejak zaman kesultanan. Selain di Negara, kerajinan tanah liat juga diusahakan sejak lama di Sungai Tabuk, tidak terlalu jauh dari Banjarmasin.
Usaha peternakan kerbau dilakukan di daerah rawa-rawa di Alabio, dan juga di Negara. Usaha peternakan kerbau, yang sifatnya dibiarkan menjadi liar dahulu dilakukan orang di daerah hutan-hutan lereng gunung di Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Tabalong. Alabio juga terkenal dengan usaha peternakan itik. Usaha peternakan kerbau atau itik juga ditemukan di tempat lain, tapi (dahulu) tidak sepenting di keempat tempat tersebut. (h. 109-110).
Menurut Alfani Daud, jika diperhatikan dengan seksama hubungan-hubungan antar penduduk di dalam sebuah kampung, terutama sebelum tahun 1977 (ketika banyak kampung-kampung dipecah), terlihat adanya kelompok warga, baik yang hanya berwujud kelompok (group) maupun yang berwujud perkumpulan (association). Kelompok-kelompok atau perkumpulan-perkumpulan itu paling tidak dapat dibedakan atas tiga hal: pertama, yang berdasarkan lingkungan daerah (territorial), kedua, yang berdasarkan kepentingan yang sama-sama dirasakan, dan ketiga, yang berdasarkan pada adanya kesamaan kegiatan.
Untuk perkembangan pemukiman-pemukiman pada masa yang lalu, tampak bahwa pada mulanya sebuah kampung selalu terdiri dari beberapa buah pusat pemukiman penduduk, yang antara lain berkembang menjadi anakkampung. Di antara pemukiman-pemukiman atau anakkampung-anakkampung ini terdapat tanah kosong sebagai batasnya satu sama lain. Dalam periode selanjutnya suatu komplek pemukiman meluas dan melebar mendekati komplek pemukiman lainnya, sehingga akhirnya menjadi satu, dan antara anakkampung yang satu dengan yang lainnya tidak tampak batas-batasnya lagi. Karena adanya hubungan perkawinan antara penduduk suatu anakkampung dengan penduduk anakkampung yang berbatasan dan juga karena mobilitas penduduk, penduduk anakkampung-anakkampung yang berbatasan hidup berbaur.
Ada kemungkinan dahulu komplek pemukiman atau anakkampung tertentu hanya didiami oleh para warga suatu kelompok kekerabatan ambilinial, yang dinamakan bubuhan memang benar dalam banyak peristiwa konsep bubuhan ini tidak dapat diidentefikasikan lagi dalam suatu kampung. Tetap apabila suatu bubuhan dahulunya berpengaruh, ada kecenderungan untuk terus mengenang tokoh mereka yang berpengaruh tersebut, disertai suatu rasa kekerabatan yang erat dikalangan mereka.
Meskipun kepala bubuhan secara resmi tidak ada, namun salah seorang warga bubuhan, biasanya sisa dari generasi yang tua berfungsi sebagai symbol kesatuan bubuhan. Orang tua ini, ditambah dengan beberapa orang yang bijaksana diantara warga bubuhan, adalah merupakan tempat para warga bubuhan memusyawaratkan segala sesuatu menyangkut kepentingan salah seorang anggota atau keseluruhan bubuhan. Karena mobilitas penduduk, sebuah bubuhan yang besar biasanya anggota-anggotanya tidak mengelompok pada suatu anakkampung atau kampung saja, tetapi kadang-kadang menyebar pada beberapa kampung atau anakkampung. Dalam setiap peristiwa atau kegiatan yang menyangkut bubuhan, seperti kematian atau perkawinan salah seorang warga, seluruh bubuhan diberitahu dan diajak serta dalam kegiatan, terutama karena adanya pengaruh simbol bubuhan. Apabila simbol bubuhan kemudian meninggal dunia, keakraban antara warga bubuhan, simbol yang tidak tinggal dalam suatu komplek pemukiman, suatu anakkampung, atau suatu kampung, menjadi longgar.
Kepala-kepala keluarga membentuk suatu perkumpulan yang dinamakan sinoman mati atau rukun kematian (yang terakhir ini sekarang lebih populer), yaitu wadah mereka bergotong-royong mengurus mayat anggota (keluarganya) dan membantu terselanggaranya selamatan. Sinoman kawin juga perkumpulan kepala-kepala keluarga, yaitu terutama tujuannya ialah untuk memberikan bantuan agar suatu upacara perkawinan keluarga warga sinoman terlaksana dengan baik. Pada kedua bentuk perkumpulan ini telah ditentukan pembagian tugas dan tanggungjawab diantara anggota masing-masing dengan hak untuk menyerahkan tenaga demi terlaksananya tugas dengan baik.
Para pemuda (hanya pria) ada yang tergabung dalam perkumpulan kesenian sinoman hadrah, yang terutama bertugas memeriahkan pesta perkawinan dan mengiringkan pengantin pria ketika diarak ke tempat pesta di rumah pengantin perempuan. Adanya sinoman hadrah rupa-rupanya dahulu sejalan dengan sinoman kawin: sinoman kawin adalah perkumpulan kepala keluarga, dan sinoman hadrah adalah perkumpulan para pemudanya. Para pemudinya ada juga yang tergabung dalam perkumpulan rebana (tidak umum siftanya). Bedanya jika pada sinoman hadrah terdapat anggota yang sudah kawin maka pada perkumpulan rebana semua anggota adalah gadis-gadis. Seperti halnya sinoman hadrah, perkumpulan rebana juga mengadakan pertunjukan guna memeriahkan pesta atau perayaan.
Perkumpulan yang mengutamakan kegiatan yang lainnya ialah berupa kumpulan yasinan, kumpulan shalawat, kumpulan maulud, kumpulan pengajian Alquran, kumpulan shalawat dala’il, dan lain-lain. Kumpulan yasinan dan selawat ada kalanya berupa perkumpulan para wanita, yang kegiatannya, sesuai dengan namanya, ialah membaca surah Yasin (Q.35) atau selawat bersama-sama, setiap minggu bergiliran di rumah-rumah anggota. Kegiatannya sering dikaitkan dengan semacam arisan, dan meskipun anggotanya mengelompok dalam daerah tertentu di dalam kampong, namun belum tentu sejalan dengan pembagian wilayah administrasi desa. (h. 94-97).
Di dalam masyarakat Banjar penghargaan diberikan terhadap orang yang lebih tua umurnya, orang yang karena kualitasnya pribadi tertentu dituakan dalam masyarakat, orang-orang yang menduduki jabatan tertentu di dalam masyarakat desanya, atau jabatan-jabatan lain di luar desanya, dan dihormati karena menjabat sebagi guru, terutama guru agama, atau menjalankan fungsi tertentu dalam masyarakat. (h. 98).

C.     SISTEM KEPERCAYAAN DAN RITUALITAS MASYARAKAT BANJAR
Seperti halnya terjadi di mana-mana dan pada suku bangsa apasaja, orang Banjar melakukan kegiatan berupacara dalam hampir tahap: ketika seorang warga baru lahir, ketika ia disunat, ketika ia menamatkan Alquran ketika ia meninggal dunia, dan khususnya bila itu seorang wanita, ketika ia kawin pertama kali dan hamil pertama kali. Mereka juga melakukan upacara pada waktu-waktu tertentu, dan ketika dirasakan ada keperluan untuk itu. Demikianlah mereka memperingati hari kelahiran Nabi berganti-ganti selama sebulan penuh, demikian pula hari Nabi naik ke langit. Mereka memperingati hari turunnya Alquran tidak saja pada hari tertentu melainkan berlanjut pada hari-hari berikutnya. Demikian juga halnya dengan kedua hari raya. Dan masih ada beberapa waktu lagi dimana mereka melakukan berbagai kegiatan ritual: pertengahan Sya’ban, hari Asyura, dan hari-hari terakhir bulan Ramadhan. Selain itu diantara mereka ada yang melakukan upacara bersaji setahun sekali, yang waktunya tertentu. Mereka juga melakukan upacara sewaktu-waktu diperlukan: tahap-tahap tertentu menanam padi, mendulang intan atau emas, tahap-tahap tertentu membangun rumah, dan ketika seorang kerabat pergi haji. Mereka melakukan atau meminta orang lain melakukan peramalan, pengobatan, dan ketika mereka khawatir ada orang yang mencelakakan mereka secara gaib. (h. 227).
Berikut secara singkat gambaran sistem kepercayaan dan kegiatan ritualitas masyarakat Banjar yang telah diuraikan oleh Alfani Daud:
1.      Kegiatan Ritual Saat Kelahiran dan Beberapa Waktu Sesudahnya
Berbagai kegiatan upacara disekitar seorang bayi, terdapat tahap-tahap kehidupan bayi yang dapat dibedakan menjadi saat kelahiran, saat tangkai pusatnya lepas, dan saat ia berumur 40 hari. Semuanya ini terhimpun dalam kegiatan ritual pada saat lahir, adat memangku bayi, perlakuan terhadap tembuni, dan kepercayaan berkenaan dengan kelahiran, pemeliharaan bayi, dan berbagai upacara sampai bayi berumur 40 hari.
Setiap bayi konon dilahirkan bersama-sama saudara-saudara (gaib) kembarnya, yang jumlahnya  empat atau enam, sedemikian sehingga bersama-sama dengan si bayi sendiri mewujudkan kembar lima atau kembar tujuh. Saudara-saudara (dangsanak, saudara) ini biasanya merupakan personifikasi dari benda-benda yang menyertai si bayi ketika ia dilahirkan. Konon berturut-turut lahir tubaniyah, camariyah, si bayi sendiri, tambuniyah, dan terakhir uriyah. Tambahan dua personifikasi (nama-namanya tiga, tetapi setiap kali hanya muncul dua) lagi, ialah darahiyah dan hisiyah atau kilutiyah. Saudara-saudara kembar atau saudara-saudara gaib ini konon tetap berperan terhadap si bayi, selama masih kecil, bahkan sepanjang umurnya. Berbagai kelakuan dan penyakit atau gangguan pada bayi sering dikaitkan dengan saudara-saudara gaibnya sendiri. Si bayi merengut atau tersenyum ketika tertidur adalah pertanda si bayi diajak bercanda oleh tambuniyah, sehingga kelakuan itu sering dinamakan ”(bayi) main tambuni”. Bayi sakit perut atau kembung perutnya sering dianggap karena tambuniyah sulit bernapas, dan ini konon disebabkan karena (pembuluh bamboo) saluran pernafasannya tersumbat. Bayi menangis tiba-tiba atau menangis terus-menerus konon juga ada kaitannya dengan saudara gaibnya ini. Penyakit rahi, yaitu bayi yang dilahirkan suatu keluarga selalu meninggal setelah berumur satu atau beberapa tahun, konon karena ulah uriyah, saudarnya yang paling bungsu dan di Dalam Pagar dianggap paling nakal, yang iri terhadap si bayi yang sangat disayangi orang tuanya dan kerabat dekatnya. (h.233-234).
Untuk itulah berbagai usaha dilakukan untuk menjaga agar bayi tidak diganggu oleh makhluk-makhluk halus, termasuk saudara-saudara gaibnya sendiri. Meletakkan cermin, (kitab) surah Yasin, bawang tunggal, (daun) jeriangau (jeringau) dan jeruk tipis dekat kepala bayi sampai bayi berumur 40 hari adalah dimaksudkan agar kuyang dan hantu beranak tidak berani mendekat, tetapi juga agar bayi terhindar dari gangguan saudara-saudara gaibnya. Gejala-gejala seperti bayi menangis dengan tiba-tiba, tertawa-tawa atau tersenyum konon adalah pertanda bahwa ia tengah diajak oleh saudara gaibnya itu, tetapi bila gejala itu berlangsung lama tentu harus diusahakan mengobatinya. Agar saudara-saudaranya itu menjauhkan diri, kepala bayi diusap dengan daun inggu, atau jika menangis terus-menerus, konon suatu gejala gangguan oleh uriyah, bayi biasanya disembur dengan banyu doa (air doa) pada sore hari menjelang senja. Masih banyak beberapa penyakit atau yang dipercayai sebagai gangguan dari makhluk halus atau makhluk gaib, seperti kapidaraan, diisap bayu, karungkup, dan sawan. Semua ini diberi penangkal dengan benda-benda yang dianggap berunsur magis dan menyembuhkan selain masyarakat Banjar juga percaya terhadap ayat-ayat Alquran untuk kesembuhan tersebut. (h. 235-236).
Setelah bayi lahir, seperti masih kebanyakan terjadi di Dalam Pagar, tangkai pusat sang bayi tersebut dipotong dengan sembilu dan kemudian dibungkus dengan kunyit bercampur kapur, bayi dimandikan, diwudui, perutnya diolesi dengan bedak beras, diubun-ubunnya dioles (dikasai) dengan ramuan beras dan garam, lalu seluruh tubuhnya dibalut dengan kain bersih, termasuk kedua tangannya (dibedong). Sebagai tempat bayi dibaringkan telah disiapkan alas (lapik). Seterusnya ada kebiasaan membisikkan azan bagi bayi pria dan iqamat bagi bayi  wanita yang biasanya dilakukan oleh ayah si bayi atau nenek laki-lakinya. Kepala bayi yang baru lahir diantukkan pada tiang pokok rumah tiga kali berturut-turut konon agar si bayi keras semangatnya. Kebiasaan lain yang dinamakan tahnikah, ialah menyuapi bayi yang baru lahir dengan sedikit garam dan kurma atau madu; sebelum dimsukkan ke dalam mulut bayi kurma dikunyahkan terlebih dahulu, yang untuk ini dimintakan bantuan seorang yang alim ketika beliau berkunjung. Malam harinya diadakan tadarusan Alquran. (h. 230-231).
Dahulu, khususnya dikalangan keluarga kaya dan kaum bangsawan, dalam rangka bajajagaan urang baranak, bayi sejak lahir dipangku terus menerus sampai diadakan upacara baandak (meletakkan) pada umur bayi 40 hari, yang segera diteruskan dengan bapalas bidan (suatu upacara pemberkatan yang dilakukan oleh bidan terhadap si bayi dan si ibunya; karena bayi yang baru lahir dianggap sebagai anak bidan sampai dilaksanakannya upacara bapalas bidan ini) dan upacara-upacara lainnya, yaitu upacara batapung tawar.  Pada saat bayi terendah berumur 7 hari dan tidak pernah lebih tua dari umur 40 atau 42 hari diadakan upacara ‘mencukur bayi’ yang bisa dilakukan pada saat perayaan maulud bulan Rabi’al Awwal, pada waktu aruh perkawinan, atau bisa juga pada upacara tersendiri. Kemudian untuk upacara pemberian nama (batasmiah) lebih lazim dilakukan sebagai kegiatan yang berdiri sendiri, dan adakalanya diiringi dengan kegiatan mencukur tadi, tetapi kadang-kadang juga diikutsertakan dalam upacara lain. Untuk upacara ini juga bernuansa Islami dan bercampur dengan ritualitas dan kepercayaan adat setempat. Masyarakat Banjar juga sering mengadakan upacara Mengayun Anak yang dianggap jika sang bayi tidak mengadakan upacara ini konon akan suka rewel dan sakit-sakitan. (h. 231, 238, 240, 246)
2.      Upacara Mandi
Berbagai upacara mandi yang ditemukan di lapangan ialah upacara mandi menjelang kawin pertama kali, upacara bagi seorang wanita yang pertama kali hamil, berbagai upacara mandi sebagai cara penyembuhan, dan mandi sebagai salah satu syarat atau bentuk amalan.
Tidak semua orang yang akan kawin atau wanita yang hamil pertama kali harus menjalani upacara mandi. Konon yang harus menjalaninya ialah yang keturunannya secara turun temurun harus menjalaninya pada upacara mandi hamil, mungkin si calon ibu sebenarnya bukan tergolong yang wajib menjalaninya tetapi konon bayi yang dikandungnya mungkin mengharuskannya melalui ayahnya, dan dengan demikian si calon ibu ini pun harus menjalaninya pula. Lalai melakukan upacara itu konon menyebabkan yang bersangkutan atau salah seorang anggotanya kerabat dekat “dipingit”. Sebagai akibat peristiwa “pemingitan” itu salah seorang kerabat dekat atau pengantin pingsan ketika upacara dan proses kelahiran berjalan lambat. Di dalam upacara mandi kawin atau hamil di Martapura kegiatan batumbang selalu merupakan bagian daripadanya. Meskipun jarang dilakukan, namun di Martapura tetap dianggap sebagai hal yang ideal, kedua upacara mandi tersebut dilaksanakan dalam sebuah pagar mayang, suatu bangunan persegi empat berukuran sekitar 1,5 x 2 m dengan berbagai prosese upacara yang dilakukan. (h. 259-260).
3.      Kegiatan Ritual dalam Upacara Perkawinan
Kawin merupakan peristiwa penting bagi individu setelah basunnat (dan batamat). Perkawinan warga yang masih membujang sangat penting bagi kerabat dekatnya, keluarga batihnya dan juga bubuhannya. Hal ini terlihat, umpamanya, pada usaha untuk mengetahui mengapa seorang warga seolah-olah belum ada jodohnya juga dan mengobati agar jodohnya itu segera bertemu. Dalam rangka mengawinkan seorang warga, yang pertama kali akan menaiki pelaminan, semua warga bubuhan (kerabat dekat) dikumpulkan, dan untuk itu diselenggarakan aruh. Peristiwa aruh mengawinkan (bekakawinnan) dan kegiatan menyandingkan pengantin ketika itu adalah saat yang penting dan mengandung kemungkinan bahaya yang dapat menimpa pengantin atau anggota kerabatnya atau mengganggu jalannya pesta. Dengan demikian calon pengantin, yaitu khususnya gadis yang akan menghadapinya pertama kali dan pesta itu sendiri, harus dipersiapkan seksama. Kegiatan-kegiatan sebelum pesta, dalam rangka proses perkawinan, merupakan kegiatan persiapan tersebut. Anggapan demikian ini memang sudah menghilang, tetapi di kampong-kampung masih bertahan, juga dikalangan orang-orang yang agak terpelajar. Dapat diduga kalangan terpelajar ini, termasuk mereka mengenyam pendidikan agama, tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kegiatan-kegiatan yang terjadi di dalam lingkunan kerabat dekatnya, karena dilakukan dengan diam-diam atau dia tidak mau mengambil resiko bertentangan pendapat dengan anggota kerabatnya yang lebih senior atau tetangganya yang berpengaruh atau pendapat umum dalam masyarakat kampungnya. (h. 271-272).
4.      Kegiatan Ritual Saat Hamil dan Melahirkan
Apabila tanda-tanda kehamilan belum juga tampak setelah perkawinan berjalan berbulan-bulan, dilakukan usaha-usaha untuk  mengetahui sebab-sebabnya dan kemudian mengobatinya. Wanita yang mengetahui dirinya sedang hamil harus sadar bahwa ia menghadapi situasi yang berbahaya, karena itu ia harus mempersiapkan diri dan memperhatikan tabu-tabu hamil dan bagi wanita-wanita tertentu, pada umur kehamilan pertama tujuh bulan atau beberapa waktu sesudahnya, ia dimandikan secara upacara. (h. 281).
Upacara mandi tersebut harus dilaksanakan pada waktu turun bulan, khususnya pada hari-hari dalam minggu ketiga bulan Arab. Apabila karena sesuatu hal upacara mandi tidak dapat dilaksanakan pada waktu tersebut, pelaksanaannya ditunda pada bulan berikutnya. Juga upacara ini harus dilaksanakan pada waktu turun matahari; upacara ini biasanya dilakukan sekitar jam 14 dan tidak pernah setelah jam 16.
Upacara mandi hamil mengharuskan tersedianya 40 jenis penganan atau “wadai ampat puluh”, sedangkan hidangan untuk para tamu ialah nasi ketan (dengan inti) dan apam dari wadai 40 ini, tetapi bisa juga ketupat dengan sayur tumis ditambah dengan nasi ketan, atau hidangan lainnya. (h. 264-265).


5.      Kegiatan Ritual dalam Rangka Seputar Kematian
Dalam masyarakat Banjar masih berkembang prosese pengurusan jenazah secara Islam yang walaupun juga tidak bisa dipungkiri masih berkombinasi dengan kepercayaan masyarakat yang belum bisa dihilangkan.
Di kalangan masyarakat Banjar, peristiwa kematian umumnya tidak selesai dengan dikuburkannya mayat. Ia diiringi dengan berbagai selamatan atau aruh, yaitu pada hari pertama (manurun tanah), pada hari ketiga (maniga hari), ke-7, ke-25, ke-40, ke-100, sesudah tahun dan setiap tahun (mahaul). (h. 305). Kepercayaan-kepercayaan yang berhubungan dengan peristiwa kematian dan penguburan, menurut Alfani Daud, tidak semuanya bisa direkam. Menurutnya, kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat berkenaan dengan apa yang menimpa seseorang setelah terkubur sebenarnya cukup tergambar dalam talkin yang dibaca segera setelah kuburan selesai ditimbuni. Konon ruh yang bersangkutan dikembalikan ke tubuhnya dan dengan demikian dapat mendengarkan petuah-petuah yang diberikan. Kepercayaan bahwa ada orang yang mati (ruhnya) menjadi  hantu terdapat dimana-mana. Mereka ini menjadi hantu konon karena ‘mengaji ilmu’ tertentu dan mengamalkannya atau juga karena amalan agar menjadi kaya. Seorang (ruh) nenek moyang tertentu konon dapat ikut memelihara keselamatan anak cucunya.
Di lapangan berkembang anggapan bahwa tokoh-tokoh tertentu cikal bakal raja-raja Banjar tidak mati melainkan wapat, dan sampai sekarang masih hidup dalam dunia gaib. (h. 310-313).
6.      Kegiatan Ritual Sekitar Mencari Nafkah
Di lapangan orang Banjar melakukan berbagai kegiatan ritual sewaktu-waktu diperlukan, terutama di sekitar mencari nafkah yang dalam hal ini sangat menonjol ketika melakukan kegiatan pertanian padi dan juga kegiatan mencari nafkah lainnya.
Ketika melakukan kegiatan mencari nafkah ada orang melakukan peramalan tentang waktu yang baik untuk memulai kegiatan tersebut, di  samping melakukan berbagai tindakan religius atau tindakan magis, yang bermaksud agar kegiatan ekonomi yang dilakukan membuahkan hasil yang diharapkan atau guna menjaga kesalamatan. Tindakan-tindakan religius atau magis yang bertujuan untuk menjaga kesalamatan yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi ini hanya ada pada kegiatan berburu atau meramu di hutan dan mendulang intan atau emas. Peramalan atau berbagai tindakan religius sudah beransur menghilang, namun masih banyak yang tetap melakukannya. Aspek ritual ini agak rumit sifatnya pada pertanian padi dan penambangan intan atau emas, dan sangat sederhana pada kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya.
Pertanian padi di sawah umumnya melalui proses-proses: penyemaian bibit dengan berbagai tekniknya (1), penanaman sementara anak padi (2), penanaman terakhir (3), dan pemanenan dan kegiatan sesudahnya (4). Proses kedua sudah dilakukan di sawah, adakalanya tidak ada (seperti di sekitar Birayang), adakalanya dilakukan sekali atau beberapa kali (seperti di sekitar Martapura), tergantung jenis sawahnya. Kegiatan ritual yang banyak dilakukan ialah berhubungan dengan proses ketiga dan keempat, dan jarang atau kurang lazim berkenaan dengan proses pertama, dan tidak pernah dilaporkan berkenaan dengan proses kedua. Sebelum memulai proses-proses tersebut di atas, kelompok petani dalam wilayah tertentu biasa mengadakan semacam kegiatan yang dapat disamakan dengan aruh tahun, yaitu biasanya dinamakan selamatan padang. (h. 437-438)
7.      Kegiatan Ritual Pada Saat Membangun Rumah dan Mulai Mendiaminya
Dalam rangka membangun rumah baru terlihat adanya empat aspek pokok yang berhubungan erat dengan system kepercayaan yang dianut masyarakat Banjar, yaitu: (1) berkenaan dengan bidang tanah yang akan dijadikan lokasi rumah yang akan dibangun, (2) berkenaan dengan ukuran dan bentuk rumah yang akan dibangun, (3) berkenaan dengan waktu untuk memulai kegiatan membangun, dan (4) berkenaan dengan proses membangun rumah, dan berbagai kegiatan selamatan yang berhubungan dengannya, serta (5) kegiatan selamatan berkenaan dengan memulai mendiami rumah baru.
Tanah bekas perumahan lama konon dapat langsung dibangun rumah baru di atasnya, asal saja tanah itu terletak dalam kompleks pemukiman penduduk atau tidak terlalu lama ditinggalkan. Jika sekiranya tanah tempat rumah akan dibangun merupakan tanah yang belum pernah dibangun rumah di atasnya atau dahulu sudah pernah akan tetapi sudah lama kosong dan terletak jauh dari pemukiman penduduk, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan sebelumnya agar supaya rumah yang akan dibangun dan penghuninya tidak diganggu oleh makhluk-makhluk halus. Untuk memastikan apakah calon lokasi rumah itu jalan atau tempat tinggal orang gaib atau tidak salah satu cara adalah dengan meminta bantuan kepada seorang tokoh ulama tertentu untuk ‘memeriksa’ tanah tersebut.
Ukuran dan bentuk rumah ada pengaruhnya terhadap penghuni rumah umum diketahui, tetapi tidak berhasil diungkap norma-normanya yang konkret di kalangan masyarakat awam atau para tukang. Konon ukuran rumah dilambangkan dengan jenis binatang seperti naga, asap, singa, sapi, keledai, gajah, dan gagak.
Umumnya yang dianggap saat memulai membangun rumah (bamula batajak rumah) ialah saat menegakkan tiang penjuru yang jumlahnya selalu genap, yaitu 4, 6, 8, 10, atau lebih. Saat mendirikan tiang ini di mana-mana selalu dianggap sebagai saat yang penting, yang harus dilakukan dalam suatu upacara dan waktunya ditentukan dengan cermat. Di Hulu Sungai saat untuk mendirikan tiang-tiang penjuru yang paling baik ialah pada subuh hari Minggu dan tukang memulai pekerjaan persiapan (khususnya memahat) pada hari Minggu sebelumnya. Kedua hari Minggu ini, atau setidak-tidaknya saat mendirikan tiang, diusahakan agar jatuh dalam pertengahan pertama bulan Kamariah (naik bulan) dan tidak pada pertengahan kedua (turun bulan). Di Martapura khususnya di sekitar Dalam Pagar, terdapat anggapan konon baik memulai membangun rumah dalam bulan Shafar, khususnya pada 10 hari terakhir bulan itu, walaupun bisa saja juga dilakukan pada bulan-bulan lain.
Alfani Daud mengutip dari buku Amir Hasan Bondan, Suluh Sedjarah Kalimantan, menyebutkan adanya selamatan ketika memulai memasang pintu, ketika memulai memasang jendela, dan ketika memulai mendiami. Selanjutnya Alfani Daud menerangkan acara dimulai dengan membaca surat Yasin bersama, disusul dengan membaca qasidah Burdah oleh salah seorang, yang ditingkah beramai-ramai oleh hadirin lainnya, dan kemudian doa. Semua saji atau setidak-tidaknya nasi ketan dengan inti (gula merah) harus diantarkan kehadapan majelis pria sebelum doa dibaca. Doa yang dibaca ialah doa halarat. Acara diakhiri dengan makan bersama, kadang-kadang ditambah dengan kue-kue yang telah disajikan tadi, tetapi seringkali juga tidak. (h. 459-471). 
8.      Beberapa Kegiatan Ritual Lainnya
Berbagai kegiatan ritual lainnya diantaranya adalah dalam rangka perdamaian antar warga masyarakat, dalam rangka pergi haji dan merantau, kegiatan ziarah ke tempat-tempat keramat, dan kegiatan kolektif suatu komunitas mengusir wabah.
Suatu perselisihan di dalam masyarakat harus segera didamaikan, lebih-lebih bila darah sudah mulai tertumpah karena, bila tidak, konon akan menjalar dan mungkin akan mewabah. Hasil-hasil perundingan yang menyusul kemudian dengan ganti rugi semata-mata tidaklah cukup untuk mendamaikan kedua kerabat yang bermusuhan, melainkan perdamaian itu harus dinyatakan dalam suatu upacara atau selamatan yang diadakan khusus untuk keperluan tersebut. Selamatan ini dihadiri undangan-undangan yang terdiri dari tokoh-tokoh kedua bubuhan yang bersengketa, tokoh-tokoh ulama dan tokoh-tokoh kampong lainnya, tokoh perantara yang sebelumnya telah berperanan, di samping tentu saja pihak-pihak yang bersengketa dan beberapa anggota kerabat dekatnya sebagai pendampingnya masing-masing. Dalam upacara ini ada dua kegiatan yang tampaknya pokok. Pertama, suatu pernyataan telah diadakannya perdamaian (babaikan) dan telah dijalinnya ikatan persaudaraan antara si korban (saudaranya, orang tuanya) dengan si pelaku. Kedua, upacara tepung tawar, yaitu berupa memercikkan minyak likat boboreh ke badan si pelaku oleh seorang tokoh bubuhan pihak si korban, yang kadang-kadang dibalas dengan kegiatan serupa oleh tokoh bubuhan pihak si pelaku terhadap si korban (saudaranya, orangtuanya). Adanya kegiatan yang terakhir ini sejak dahulu mungkin merupakan acara pokok dalam kegiatan selamatan ini, sehingga selamatan tersebut sampai sekarang sering dinamakan batapung tawar pula. (h. 472-473).
Pergi merantau (madam, balayar, berlayar, bepergian) untuk berniaga (dahulu) atau untuk menunaikan ibadah haji, dan saat ini utamanya pergi haji, biasanya dilepas dengan berbagai upacara, yang berkelanjutan sampai yang bersangkutan kembali. Maksud dari pada upacara-upacara ini tampaknya ialah keselamatan yang bepergian selama dalam perjalanan sampai kembali, jaminan bahwa ia akan bertemu kembali dengan anggota kerabat dekat yang melepasnya bepergian, peramalan dan harapan agar dihormati orang selama di rantau, dan pemberian restu saat berangkat dan saat tiba kembali. Pergi merantau untuk menetap selama beberapa waktu (untuk belajar, berniaga) atau untuk selama-lamanyadi Jawa atau daerah lain biasanya tidak dilakukan upacara serumit pada pelepasan berangkat haji, melainkan sekedar upacara sederhana saja menjelang berangkat atau bahkan hanya sekedar selamatan kecil pada suatu malam beberapa waktu sebelum berangkat. (h. 474-475).
Mengenai ziarah, bayi-bayi keturunan tertentu harus dibawa ziarah ke kuburan Syekh Arsyad, dan yang lain ke mesjid keramat tertentu. Mungkin ketentuan ini berkenaan dengan kuburan Syekh Arsyad juga berlaku bagi kuburan keramat lainnya dan situs candi Agung. Alasan mengapa bayi-bayi harus dibawa ziarah dan kemudian ditepung tawari oleh penjaga kubah atau kaum mesjid biasanya dikemukakan hanyalah karena bayi-bayi dari generasi terdahulu selalu dibawa ziarah. Lalai membawa ziarah konon dapat menyebabkan bayi tersebut sakit karena dipingit atau menurut warga Akar Bagantung karena kapidaraan Datu Baduk. Konon ada diantara ulama keturunan Syekh yang dipingit karena lalai melakukan tugas jaga di kubah beliau. Untuk menyembuhkannya diucapkan kaul untuk memenuhi kewajiban ziarah, yang segera dilaksanakan setelah sembuh. Alasan lain tentang kewajiban ziarah ini ialah karena kaul. Sanksinya juga dipingit, dalam arti dibuat sakit. Di lapangan memang diketahui ada yang meikrarkan kaul akan ziarah atau akan membawa ziarah, bila suatu hajat tertentu terpenuhi (sembuh dari sakit, tamat mengaji, lulus ujian, selamat pergi haji, berhasil mendulang, memperoleh jodoh yang sesuai, dan lain sebagainya). Para peziarah biasanya membawa penganan tradisional, yaitu apam, cucur, nasi ketan (dengan inti atau gula merah), wajik, tapai ketan, dan pisang (khususnya pisang talas); ada juga yang menggantinya dengan roti atau kue-kue lain (tidak pernah kue kalengan). Sekali-kali ada yang membawa ayam atau kambing hidup. Dan biasanya mereka selalu membawa bunga, khususnya berupa untaian (kambang barenteng). Peziarah biasanya langsung pergi bersimpuh di hadapan makam, sebagian ada yang membaca surah Yasin, atau surah Al-Mulk (tabarak), atau fatihah empat (Q.S. 1, Q.S. 112, Q.S. 113, Q.S. 114), ada yang membaca qulhu (Q.S. 112) berulang-ulang, dan mengucapkan kaulnya; jarang ada yang berdoa. Banyak para pengunjung memasukkan uang ke dalam peti besi yang telah disediakan. (h. 482-483).
Bila suasana ‘panas’nya bulan Safar dirasakan meningkat, yang konon ternyata dari banyaknya peristiwa yang dapat dikategorikan bala bencana atau peristiwa persengketaan dalam masyarakat, dan demikian pula bila terjadi wabah penyakit menular, wabah kebakaran, kekeringan, atau hama tanaman, diusahakanlah untuk mengatasinya. Usaha mendinginkan suasana konon dapat dilakukan oleh perseorangan-perseorangan atau secara bersama dengan membaca syair Burdah, yang diyakini berkhasiat dinginan. Bila suasana dianggap meningkat tajam, biasanya atas inisiatif tokoh-tokoh mereka, yang antara lain ialah ulama (terkemuka), suatu lingkungan pemukiman tertentu melakukan kegiatan berpawai mengusir wabah. Acaranya dimulai di rumah ibadah (langgar atau mesjid), biasanya setelah selesai shalat isya bersama. Mereka mengadakan shalat hajat bersama, kadang-kadang sebelumnya membaca kitab Bukhari, membaca surah Yasin bersama, lalu berpawai mengelilingi lingkungan pemukiman dan atau lingkungan persawahan mereka (yang akan dilindungi). Ketika berpawai mereka mengarak kitab Bukhari dan meneriakkan mantra sakti, yang konon berfungsi menakut-nakuti ‘hantu’ penyebar wabah. Menurut Alfani Daud, mantra sakti itu, yang dibaca berulang-ulang, berwujud syair berbahasa Arab berbunyi sebagai berikut: “Bagiku lima, aku berlindung dengannya dari panasnya wabah yang paling terik sekalipun, (Yaitu) si yang terpilih (Muhammad), si yang diridhai (Ali), kedua anak mereka (Hasan dan Husin, anak Ali dan Fatimah), dan Fatimah.” Setelah berkeliling rombongan pawai kembali ke rumah ibadah dan acara diakhiri dengan membaca doa tolak bala. (h. 486).
Di lapangan terungkap berbagai alasan kegiatan selamatan. Bila kegiatan panen telah selesai, bila kegiatan-kegiatan dalam rangka mengawinkan, dalam rangka menguburkan seorang warga, dan membangun rumah telah selesai; bila suatu keluarga terhindar dari musibah (yang lebih besar), bila seorang anggota rumah tangga terhindar dari kecelakaan atau terhindar dari bahaya yang lebih berat; dan bila seorang anggota rumah tangga telah berbuat salah, konon sebaiknya diadakan selamatan. Hidangan yang disiapkan untuk ini ialah nasi ketan (dengan inti) dan doa yang dibaca ialah doa halarat, dan kegiatan yang dilakukan dinamakan bahalarat. (h. 486-487).
Berbagai upacara dan tindakan tersebut antara lain bermaksud mengusahakan hari depan yang baik: perlakuan dan tindakan upacara untuk bayi, melepas kerabat pergi haji, merangsang rezeki keluarga, dan seterusnya. Selain itu berbagai amal bacaan konon  akan terbebas dari api neraka. Di lapangan usaha mempengaruhi kehidupan yang akan datang, dalam arti di dunia ini juga atau kehidupan di akhirat kelak, dilakukan dengan berbagai cara. Yaitu yang diusahakan dengan memanfaatkan tuah benda-benda sakti, khasiat rumusan-rumusan yang dilukis (wafak-wafak) atau dibaca berulang-ulang (amalan bacaan), dan yang diusahakan dengan cara balampah (bertapa).
Masalah-masalah yang dihadapi berkenaan dengan kehidupan di dunia ini antara lain jodoh, kurang kecerdasan, memperoleh kataguhan (taguh, kebal) atau kuat fisik (gancang, kuat mengangkat atau membawa barang-barang berat, tetapi juga berarti kuat memukul), supaya disegani orang atau dihormati orang, dan kemudahan memperoleh rezeki. Masalah-masalah ini diatasi dengan memanipulasi benda-benda sakti (termasuk wafak-wafak), mengamalkan amalan-amalan bacaan tertentu, dan melakukan kegiatan balampah, yang terakhir ini kata bahasa Banjar untuk bertapa. Selain daripada itu amalan-amalan bacaan tertentu konon berfungsi pula untuk menyelematkan yang bersangkutan dari siksa akhirat tertentu. (h. 488).


D.    AJARAN ISLAM DALAM ASPEK KEHIDUPAN ORANG-ORANG BANJAR
Alfani Daud menerangkan yang dimaksud dengan ajaran Islam dalam bagian buku yang ditulisnya adalah segala bentuk kelakuan yang bersumber dari ajaran Islam atau dapat diduga bersumber dari ajaran Islam, meskipun mungkin bersifat sebagian saja. (h. 141). Lebih lanjut dia memaparkan bagaimana eksistensi ajaran Islam melingkupi kehidupan masyarakat Banjar secara umum sebagai berikut.
Rukun Iman, aspek kepercayaan yang pokok dari ajaran Islam, biasanya diajarkan tidak secara sistematis. Namun demikian, sebagai hasilnya anak-anak biasanya hapal berbagai sifat Tuhan, nama-nama kitab yang telah diturunkan kepada para rasul, nama-nama nabi yang terkemuka, meskipun tidak seluruh rasul yang berjumlah 25 orang itu, tetapi selalu termasuk nabi Hidr (dalam masyarakat diucapkan sebagai Haidir), nama-nama malaikat yang pokok-pokok, dan tentang suasana hari kiamat. Juga kepada anak ditekankan agar supaya ‘tawakkal’ kepada Allah, sebagai suatu aspek dari kepercayaan kepada takdir, meskipun dengan paham yang sangat kabur. (h. 144).
Pada masyarakat Banjar, anak-anak sudah dididik untuk belajar mengaji. Selain itu, si anak juga diberikan pelajaran tentang pokok-pokok ajaran Islam, cara-cara dan bacaan sembahyang sehari-hari, cara berpuasa, dan lain-lain. Guru biasanya mengajarkan pokok-pokok ajaran Islam tersebut secara sambil lalu dan kemudian menyuruh anak didiknya menghapalkan bacaan-bacaan tertentu. Saat-saat tertentu (menjelang bulan puasa, hari Jum’at, hari-hari besar Islam, atau beberapa waktu sebelumnya) selalu dimanfaatkan untuk menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan hari atau saat tersebut, baik oleh guru mengaji dan demikian pula oleh orang tua si anak. (h. 146).
Ajaran Islam telah menjadi bagian yang integral dari kebiasaan masyarakat Banjar dari berbagai aspek kehidupan masyarakat Banjar itu sendiri. Ajaran Islam telah menjadi bagian dari kehidupan keluarga. Syarat-syarat dan prosedur pernikahan sama sekali berdasarkan ajaran fikih, dan demikian pula halnya dengan cara-cara memperoleh perceraian. Meskipun dalam kenyataannya sistem pewarisan yang berlaku tidak selalu sejalan dengan cara pembagian warisan berdasarkan hukum fara’id, namun cara pewarisan yang terjadi selalu mengingat hukum Islam, dan cara yang dilakukan selalu diyakini sebagai sesuai dengan ajaran Islam. Berbagai transaksi dalam masyarakat diusahakan menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan fikih. Berbagai hal, khususnya hal baru, sering dipertanyakan apakah hukumnya ditinjau dari segi hukum Islam yang lima: halal atau mubah, haram, wajib, sunat, dan makruh.
Dalam masyarakat Banjar, sesuatu kegiatan (dalam hal ini jual beli dan gadai) diusahakan terjadi sesuai dengan ajaran Islam. Sehubungan dengan konsep pahala; suatu transaksi biasa oleh kalangan tertentu dijadikan formal sebagai transaksi hadiah atau sedekah dalam fikih, sehingga menjanjikan pahala bagi yang melaksanakannya.
Berbagai kegiatan ritual dioper dari ajaran Islam, dan berbagai kegiatan ritual yang mungkin asli masyarakat Banjar telah memperoleh isi yang terambil dari ajaran Islam. Mungkin hal itu, menurut Alfani Daud, terjadi sebagai suatu kompromi, dan kompromi demikian itu masih terjadi beberapa waktu yang lalu. (h. 189).

E.     ISLAM & BUDAYA MASYARAKAT BANJAR
Proses tersebarnya Islam di dalam masyarakat Banjar, sejak dari kalangan istana di tingkat pusat sampai ke masyarakat awam di tingkat terbawah. Alfani Daud menulis, pada tingkat pusat bubuhan raja-raja memeluk Islam, yang dipelopori oleh kepala bubuhan (baca; raja). Hikayat Banjar, yang dikutip Alfani Daud, mengisyaratkan bahwa keputusan raja ini merupakan hasil kesepakatan bersama dalam rapat antar sultan dan pembantu-pembantunya. Kelakuan raja ini diikuti oleh para pembesar istana dan pejabat tinggi kerajaan (baca; oleh anak buahnya dan kepala-kepala bubuhan bawahannya). Para pembesar istana dan pejabat tinggi kerajaan ialah tokoh bubuhan pula pada tempatnya masing-masing, dan kelakuannya ini diikuti pula oleh masing-masing anak buahnya dan tokoh-tokoh bubuhan yang takluk kepadanya. Selain itu peralihan agama terjadi pula sebagai akibat tidak langsung dari perkawinan seseorang (pedagang, bangsawan) yang beragama Islam dengan wanita Dayak.
Ketika suatu bubuhan memutuskan untuk beralih kepercayaan, mungkin memang ada tokoh yang tidak bersedia ikut memeluk Islam, dan ia memang bersikap tidak menghalangi anak buahnya meninggalkan religi sukunya, seperti tampaknya bakal terjadi di Labuhan sekitar tahun enam puluhan. Tetapi ketika Islam sudah meliputi keseluruhan bubuhan, selain dirinya, ia bersikap pasif, dalam arti membiarkan anak buahnya melakukan aktifitas-aktifitas religi barunya, sedangkan ia tidak serta, tetapi juga tidak secara aktif lagi melakukan aktifitas lamanya. Bila yang tidak bersedia mengikuti jejak bubuhan atasannya, atau merupakan suatu keluarga batih yang relatif utuh, mereka pada mulanya memang aktif membantu tetangganya itu, tetapi lama-kelamaan merasa terdesak lalu akhirnya memisahkan diri.
Menurut Alfani Daud, proses Islamisasi juga diwarnai oleh sistem kepercayaan masyarakat Banjar pada mulanya. Menurutnya, mungkin ini dimulai oleh Syekh Arsyad yang membuka pengajian di Dalam Pagar sekitar dua atau tiga dasa warsa terakhir abad ke-18, akhirnya berbagai kampung pada zaman dahulu menjadi orientasi pengajian bagi kampong-kampung di sekitarnya atau bahkan wilayah yang lebih luas lagi. Kampong-kampung tersebut memiliki seorang atau lebih ulama atau lainnnya yang memberikan pengajaran agama bagi masyarakat awam di sekitarnya atau bagi calon-calon ulama yang berdatangan dari kampong yang jauh-jauh.
Pokok-pokok kepercayaan (dan kewajiban) dalam agama Islam terkandung dalam rukun iman (dan rukun Islam). Yang kesemuanya termuat dalam kitab perukunan, yang dapat dikatakan menjadi kitab pegangan sehari-hari umat Islam di kawasan ini. Namun di sisi lain, umat Islam di kawasan ini juga percaya kepada makhluk-makhluk halus dan kekuatan-kekuatan gaib, yang tidak dibicarakan dalam kitab perukunan dan juga dalam Alquran.
Alfani Daud telah memaparkan bagaimana kontak kebudayaan masyarakat Banjar dengan Islam. Dalam bukunya juga diterangkan bahwa di kawasan Kalimantan Selatan, Islam berkembang dengan cepat karena telah berhasil memasukkan orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan di lingkungannya masing-masing. Berbagai kepercayaan bersangkutan dengan bubuhan dan lingkungan masih tetap bertahan, sebagian diantaranya, atau belakangan, diinterpretasikan kembali.
Di dalam ajaran Islam banyak dijelaskan tentang kepercayaan terhadap para malaikat, para wali, juga sekaligus tentang iblis, jin, dan setan. Hal ini di lapangan akhirnya mempunyai interpretasi tersendiri oleh masyarakat Banjar; adanya para ulama Banjar yang dianggap wali dan bila wafat dianggap keramat, begitu juga tentang iblis, jin, dan setan yang lebih popular di lapangan sebagai hantu. Begitu juga banyaknya ajaran Islam yang lain yang diberi interpretasi untuk pegangan dalam menjalani kehidupan masyarakat. Sehingga hal ini menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam kehidupan masyarakat Banjar, bahkan mungkin di era modern ini, dan ini juga sangat jelas terimplikasi dalam kegiatan ritual-ritual seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Alfani Daud menyimpulkan bahwa demikianlah dua sistem kepercayaan, system kepercayaan Islam dan system kepercayaan bubuhan, masing-masing dengan seperangkat nilai yang berdasarkan padanya, berdampingan satu sama lain, dan masing-masing dengan pola-pola kelakuan sendiri-sendiri. Berbagai kepercayaan bubuhan diinterpretasikan kembali atau dimodifikasi sehingga dapat diterima seolah-olah bagian dari sistem kepercayaan Islam.

F.      PENUTUP
Demikianlah Alfani Daud menulis yang kami resume secara singkat dari bukunya yang kurang lebih berjumlah 600 halaman tersebut tentang bagaimana kehidupan orang-orang Banjar baik dilihat dari aspek geografis mereka tinggal maupun bagaimana mereka berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat, yang bisa saja untuk masalah ini masih bisa ditinjau ulang seiring dengan perkembangan zaman yang tidak dapat dipungkiri akan selalu ada yang berubah dan masih menyisakan ruang lingkup yang luas seluas kawasan Kalimantan Selatan ini. Begitu juga ketika membicarakan wacana budaya masyarakat Banjar itu sendiri yang akan selalu menjadi bahan benturan dengan akidah dan budaya Islamiyyah akan selalu melihat relevansi waktu yang terus berputar dan semuanya akan sangat tergantung perkembangan pemahaman religiusitas masyarakat disamping besarnya pengaruh pendidikan yang semakin maju dan era globalisasi yang lambat laun menyisihkan dan bisa saja mengikis budaya setempat. Semua ini akan menjadi sebuah wacana baru di era sekarang; apakah akidah Islam sesungguhnya adalah sebuah ajaran yang harus bebas dari budaya dan adat suatu kawasan dengan berpegang teguh kepada doktrin-doktrin normative, sementara tidak ada orang Banjar atau bahkan dari suku-suku lain pun yang memungkiri bahwa budaya atau suatu adat daerahnya sangat sarat dengan nilai-nilai magis dan kepercayaan nenek moyang atau kepercayaan luar yang mempengaruhinya sulit untuk dilepaskan begitu saja, baik seperti yang diungkapkan juga oleh Alfani Daud, sekalipun orang tersebut dari kalangan akademis. Uniknya adalah ketika suatu budaya menjadi sangat mahal, justru banyak kalangan yang akan selalu ingin menghidupkan budayanya terlepas dari wacana agama, selain sebagai suatu aset berharga suatu daerah atau Negara. Ini adalah fenomena baru yang akan menjadi PR baru pula bagi umat Islam bagaimana akidah Islam akan tetap menjadi pegangan hidup semurni-murninya yang berlandaskan Alquran dan Sunnah Rasul SAW dan bagaimana kita selaku umat Islam yang juga hidup berbangsa dan bertanah air tetap bisa menghargai dan kalau perlu kita lah justru orang-orang yang akan terus menghidupkan budaya bangsa yang kita cintai ini tanpa melepaskan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya indah, baik, universal, dan rahmatan lilalamin. Wallahu A’lam bis Shawab.