Before U Read and Get Information From Me

Please... Give Me a Gift.
No Difficult.
No Expensive.
No More.

Give Me a Gift; "The Fatihah 4"
Okeyy.

Jumat, 12 November 2010

Paper of Moety@; "Lia Eden"

KUASA JIBRIL DARI SUFISME PERENIAL
SALAMULLAH HINGGA SPRITUALISME EDEN
(REVIEW ATAS ARTIKEL ADMAD SYAFI’I MUFID)



Dalam dua dasawarsa terakhir sufisme bangkit kembali, tidak saja di wilayah pedesaan, tetapi juga di wilayah perkotaan. Kebangkitan sufisme tersebut ada yang berbentuk tarekat (sufi order), tetapi ada pula perkumpulan sufisme tanpa mengikuti cara-cara tarekat. Tarekat adalah sebuah metode praktis untuk membimbing para pengamal (seeker) meniru cara berpikir, perasaan, dan tindakan menuju peningkatan tahapan-tahapan dan keadaan (maqamat dan ahwal) untuk mencapai hakikat.
Di antara perkumpulan orang-orang yang sedang menelusuri jalan menuju Tuhan adalah Jamaah Salamullah, sebuah kelompok spiritual yang mengusung paham baru dalam pensucian diri dengan metode atau cara pengalaman langsung. Salamullah tidak mengajarkan teori bagaimana seorang murid harus suluk, fana, dan ma’rifat. Semua orang yang mengikuti jalan Salamullah langsung berjuang untuk hidup dalam kesucian. Dimulai dengan pertobatan (pengakuan dosa mirip ajaran Kristen), berjanji untuk hidup suci dan tunduk patuh kepada apa yang diajarkan oleh Jibril. Setelah itu dicukur rambut ubun-ubun dan diolesi spiritus kemudian dibakar. Selanjutnya penganut baru ini hidup dalam komunitas spiritual yang kini mereka menyebut kelompoknya sebagai “kaum Eden”. Jibril dalam pandangan kaum Salamullah adalah guru atau syaikh mereka yang mengajarkan kebenaran dan keadilan serta meluruskan kembali ajaran-ajaran agama yang mentradisi dan kultus. Keyakinan terhadap Jibril dan ajaran-ajarannya merupakan inti dari paham Salamullah.
Beberapa tahun terakhir, kelompok ini telah mengalami beberapa perubahan mendasar dan menghadapi tantangan yang semakin besar. Pertama, perubahan komunitas Salamullah menjadi komunitas Eden mengisyaratkan bahwa kelompok ini, yang berakar dari paham dan gerakan Islam, telah bergeser menjadi kelompok yang menyatakan diri keluar dari Islam, dan berdiri sebagai agama tersendiri. Kedua, pusat kegiatan kelompok “Kingdom of God” demikian mereka menyebut rumah jalan Mahoni No.30 Kemayoran, telah mendapatkan tekanan dari masyarakat sekitar sehingga polisi harus melakukan evakuasi penyelamatan anggota kelompok. Ketiga, pemimpin gerakan, Lia Aminuddin telah dipersalahkan melakukan pelanggaran terhadap pasal penodaan agama dan dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun. Abdurrahman, Imam Mahdi, tokoh kedua dalam kelompok Eden, sempat ditahan dan diadili, kemudian dibebaskan. Akibat semua itu, soliditas kelompok menjadi semakin teruji dan ketaatan kelompok inti semakin terseleksi.
Ahmad Syafi’i Mufid menceritakan hasil perkenalan dan penelitiannya dengan Jamaah Salamullah bahwa kaum Salamullah yakin bahwa apa yang diucapkan oleh Abdurrahman adalah ilham yang disampaikan oleh malaikat Jibril.kalimat juga berarti Jibril menyapa siapa saja yang dikehendaki dan makna “sapaan” tersebut adalah sebuah penegasan bahwa Jamaah Salamullah bukan sebuah tarekat. Belakangan Ahmad Syafi’i Mufid menemukan dokumen (transkip sapaan) bahwa Salamullah adalah “sufisme perennial”. Nama ini pun bukan rekaan dari pemimpinnya, tetapi dari Jibril pula adanya. Pemimpin dan anggota jamaah Salamullah tidak pernah menggagas ataupun menciptakan nama atau konsep apalagi ajaran keagamaan. Semua itu datang dari malaikat mulia, Jibril, atas nama Allah. Pembicaraan dengan anggota jamaah juga mnegesankan bahwa mereka adalah pengikut ajaran yang dibawa oleh Syaikh (kata ganti untuk menyebut malaikat Jibril), syaikh adalah guru dan pembimbing spiritual mereka.
Lia Aminuddin, orang yang didampingi oleh Jibril, pemimpin utama Jamaah Salamullah, juga Abdurrahman yang menjadi imam besar mereka sekaligus Imam Mahdi dan lainnya adalah murid syaikh. Pandangan keagamaan yang demikian inilah yang membedakan antara kaum Salamullah dengan kaum tarekat pada umumnya. Bagi kaum Salamullah, malaikat Jibril menghukum siapa saja dari murid-muridnya yang bersalah, termasuk Bunda (Lia Aminuddin). Tidak ada perbedaan perlakuan di mata Jibril, siapa yang bersalah mendapatkan hukumannya secara langsung. Hukuman demi hukuman terlihat nyata oleh semua anggota jamaah. Begitu juga penghargaan diberikan kepada siapa saja tanpa pandang kedudukan atau strata social. Cara pengajaran semacam inilah yang di dalam Islam dikenal dengan konsep “ismah” atau penjagaan terhadap dosa bagi para rasul dan orang suci.
Kaum Salamullah meyakini bahwa Jibril kembali turun ke bumi untuk mengajar dan membimbing manusia menuju keselamatan. Jibril datang untuk meluruskan semua ajaran agama dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemuka-pemuka agama baik secara sengaja maupun tidak seperti kultus kepada pemimpin agama, keyakinan terhadap benda-benda keramat, dan berbagai macam kemusyrikan. Malaikat utama ini mengajarkan monoteisme yang sangat ketat serta perjalanan hidup yang semata-mata hanya untuk melaksanakan perintah Tuhan, Dunia, kekayaan, jabatan, dan popularitas menurutnya tidak sebanding sedikit pun dengan kesucian, kejujuran, kesederhanaan dan cinta kasih. Sebaliknya, Tuhan adalah segala-galanya. Perdamaian adalah misi atau tugas suci, karenanya semua agama harus bekerja sama saling bahu-membahu untuk Tuhan. Semua nabi dan rasul mengajarkan ajaran yang sama, karenanya semua kitab suci diajarkannya kembali secara sungguh-sungguh dan akhirnya terlihatlah benang merah kehendak Tuhan dan kebenaran itu berkesinambungan.
Pengajaran yang diberikan Jibril kepada jamaah Salamullah seringkali tidak dalam bentuk verbal, tetapi melalui kehidupan nyata. Jamaah juga diajarkan meditasi, merangkai bunga, melukis, menyusun batu, memelihara ikan, bercocok tanam dan kegiatan lain yang mendekatkan diri dengan alam. Belakangan diketahui itulah pintu masuk bagi malaikat Jibril untuk mengajarkan Hinduisme dan Budhisme kepada kelompok ini. Ketika pengikut Salamullah mengalami pengusiran oleh masyarakat setempat agar meninggalkan villa Bukit Zaitun di dusun Coblong, wilayah Bogor, malaikat Jibril memerintahkan kepada mereka untuk tunduk pada aturan hokum dan bertahan dari ancaman apapun. Malaikat Jibril meminta agar kaum Salamullah menyatakan tak bersedia diusir karena tidak melakukan tindak criminal dan melanggar hukum apapun. Ketika aparat kecamatanm menyatakan melepas diri dari tanggung jawab jika massa melakukan tindakan anarki kepada Salamullah, tiba-tiba malaikat Jibril memerintahkan mereka untuk segera berkemas dan meninggalkan villa secepatnya.
Jibril dalam tugas mulianya selalu mendapat perlawanan dari iblis. Kekuatan malaikat selalu disaingi oleh kekuatan iblis dalam memengaruhi keyakinan dan perilaku manusia. Apakah Tuhan menjadi satu-satunya tujuan hidup, ataukah ada yang selain Tuhan yang menjadi tujuan hidup manusia. Jibril mengajari manusia melepaskan diri dari pengaruh hawa nafsu dengan perbuatan nyata, bukan dengan teori-teori mistik atau filsafat sebagaimana layaknya sebuah gerakan teosofi ataupun sufisme. Malaikat Jibril dengan ajarannya yang demikian telah datang kepada pemimpin dan anggota kelompok atau jamaah yang bernama Salamullah sejak 1996 hingga sekarang.
Selain mengepak-ngepakkan sayapnya kepada jamaah Salamullah, menurut pemimpin jamaah Salamullah, Jibril juga menyapa individu-individu yang dipilih oleh Allah. Artinya kehadiran Jibril tidaklah khusus hanya kepada kaum Salamullah tetapi juga kepada kelompok-kelompok lain. Bahkan dalam pengajaran utama yang dikenal dengan istilah “sapaan “ Jibril juga mengancam akan meninggalkan kelompok ini kalau tidak taat dan tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah. Dalam pandangan kaum Salamullah, kelompok-kelompok yang mendapatkan pengajaran dari Jibril selalu membawa missi yang sama yakni mengemban amanat kembali kepada tauhid yang murni (absolute monotheism), penyucian diri (tazkiyatun nafs), penyadaran kembali masyarakat dan bangsa dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan (taubat an-nasuha) hingga dapat keluar dari krisis yang berkepanjangan. Amanat tersebut datang dari Allah baik yang diterima secara langsung, melalui perantaraan Jibril dan atau bisikan dari Roh Kudus. Sebuah catatan lapangan yang sangat bermakna untuk menggambarkan kedatangan malaikat Jibril adalah ketika Ahmad Syafi’i Mufid mengikuti pertemuan khusus (majelis mudzakarah) atau yang dikenal dengan istilah “sapaan” Jamaah Salamullah pada tanggal 27 Juli 2002.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “sapaan” berasal dari kata “sapa” yang berarti ajakan untuk bercakap, teguran atau ucapan. “Sapaan” dapat saja terjadi kapan saja, tetapi pertemuan rutin, mirip ritual resmi Salamullah adalah pada setiap hari Sabtu jam 14.00 hingga 17.00. Upacara ini dimulai dengan perintah dari pemimpin jamaah yang dimulai dengan mengucapkan “salam Salamullah” dilanjutkan pembacaan Alquraan dan terjemahnya. Selesai pembacaan Alquraan, jamaah dipimpin oleh Lala (penyanyi Salamullah) mengumandangkan lagu “salam Salamullah” dan sering juga dilanjutkan dengan lagu-lagu yang lain seperti Dunia Jibril. Selesai menyanyi mereka bersujud dan kemudian pemimpin upacara bangkit dan kemudian duduk di atas dipan yang telah disediakan dan kemudian suasana hening sejenak. Selain lewat “sapaan” Jibril juga dapat datang kapan saja untuk memberikan petunjuk dan pengajaran kepada kelompok ini.
Pengakuan seorang anak manusia, seperti Lia Aminuddin, disapa bahkan dibimbing oleh malaikat Jibril, dan kemudian belakangan menyatakan menyatu dengan Jibril tentu sangat mengagetkan. Pengakuan semacam ini sangat riskan dan mengundang hujatan yang berakhir dengan fatwa sebagai aliran sesat dan menyesatkan. Keyakinan umat Islam umumnya berpijak pada pandangan bahwa setelah Nabi Muhammad saw. tidak ada lagi nabi. Berdasarkan pandangan tersebut, muncul turunannya kalau malaikat Jibril, sang pembawa wahyu, juga sudah tidak lagi hadir di tengah-tengah problem kemanusiaan. Kini ada seorang perempuan yang mengaku bertemu dan mendapatkan bimbingan langsung dari malaikat Jibril as. Lia Aminuddin (sekarang dipanggil oleh pengikutnya Paduka Bunda Lia Eden).
Muhammad Abdurrahman menuliskan sejarah Eden dalam pledoinya di depan pengadilan berawal dengan cerita penyingkapan kegaiban yang dialami oleh Lia Aminuddin. Juga pengalaman bimbingan kegaiban sesosok gaib malaikat yang bernama Habib Alhuda sebagaimana yang dituturkan oleh buku Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir (PAMST). Jibrillah yang memberikan nama “Salamullah” untuk komunitas ini, dan Jibril pula yang memerintahkan kepada muridnya mendeklarasikan Salamullah sebagai agama baru pada bulan Juni 2000, setelah pesan-pesan dan peringatan malaikat Jibril diabaikan, bahkan para muridnya mendapat tantangan dari para ulama dan umat Islam. Salamullah adalah agama baru yang bersendikan pada perenialisme, keyakinan bahwa hakikatnya seluruh agama memiliki sumber yang sama, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Pengajaran Jibril selanjutnya adalah spiritulitasme tanpa agama, yang mendasarkan religiositas kaum Eden pada tauhid (absolute monotheism), kesucian, ketundukan kepada Tuhan yang terwujud dalam buah moralitas keseharian. Perintah Jibril selanjutnya kepada kaum Eden adalah melepaskan afiliasi pada agama tertentu dan keterkaitan pada syariat agama. Pilihannya adalah sipritualitas non agama sejak tahun 2002, dan kemudian menyatakan Eden sebagai institusi ketuhanan yang mandiri dan tak memiliki afiliasi keagamaan dengan agama apapun pada tahun 2005. Sejak itu, nama resmi institusi Eden adalah Tahta Suci Kerajaan Tuhan Eden dan para murid malaikat Jibril yang berada di dalamnya dikenal dengan sebutan Komunitas Eden.
MUI mengeluarkan fatwa yang isinya sebagai berikut: “pengakuan seseorang bahwa dirinya didampingi dan mendapat ajaran keagamaan dari malaikat Jibril bertentangan dengan Alquran”. Oleh karena itu, pengakuan tersebut dipandang sesat dan menyesatkan. Dasar atau dalil yang dijadikan landasan fatwa tersebut adalah Q.S.Albaqarah: 177, Alnisa: 136, Aljin: 26-27, Alanbiya: 20, 26-28, Alnahl: 44, 50, ALtahrim: 6, Altakwir: 19-23, Asyuara: 192-193, Alahzab: 40, Almaidah: 3, Asyuraa: 51, Alqadr: 4, dan beberapa hadis. Fatwa MUI tentang kesesatan Lia Aminuddin dan Salamullah ditanggapi dengan fatwa malaikat Jibril as. sebagaimana dipaparkan dalam buku Alhira karya Lia Aminuddin.
Dalam bukunya itu membantah fatwa MUI dengan argumen tentang Jibril dapat turun kembali menemui siapa saja yang dikehendaki oleh Allah sebagaimana dalam Alquran surat Almukmin: 15, Alnahl: 2, Alisraa: 95, Maryam: 64. Berdasarkan ayat-aya tersebut, jelas malaikat Jibril dimungkinkan menemui siapapun. Bahkan Jibril sering turun membawa mukjizat Allah di malam Alqadr. Setiap ketentuan sebuah takdir selalu diwahyukan Allah kepada Jibril yang akan meneruskan wahyu itu kepada umat manusia. Maka setiap ketentuan keputusan Allah itu diriwayatkan maupun disampaikan melalui ketentuan wahyu. Siapapun yang menerima sebuah ketentuan takdir ataupun rahmat yang berupa pertolongan (syafa’at) atau keajaiban (mukjizat), maka ketentuan itu selalu disampaikan berupa wahyu. Seorang waliyullah seperti Syaikh Abdul Qadir Jaelani, Jalaluddin Rumi, Ahmad bin Hambal, Imam Syafi’i, Ibnu Taimiyah dan Wali Sanga di Indonesia, tidaklah dapat menyampaikan ajarannya bila tidak mendapatkan wahyu. Siapakah malaikat pembawa wahyu bagi mereka ? Mereka, para wali dan ulama tersebut hidup setelah Nabi Muhammad saw. wafat. Tidak ada malaikat pembawa wahyu selain Jibril dan tidak ada waliyullah yang mendapat pengajaran dari malaikat bila itu bukan wahyu dari Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril as.
Penjelasan seperti ini ternyata tidak memadai antara kedua belah pihak yang bersengketa. Agama dan ajarannya adalah pengalaman kolektif dan ada dalam realitas kultural. Kebenarannya bersifat mutlak bagi penganutnya, tidak bagi yang lain. Begitu juga tentang probabilitas kehadiran Jibril atau malaikat lainnya dalam kehidupan manusia, tetap saja menyisakan masalah pembuktian empirik. Tidak ada pendekatan ilmiah yang mampu memverifikasi apakah pengalaman spiritual tersebut benar adanya atau salah. Kecuali jika pengalaman spiritual tersebut dilihat dari sudut pandang kebudayaan. Kenabian, wahyu dan Jibril adalah sesuatu yang keramat dan suci (the sacred), meminjam istilah yang dipergunakan oleh Emile Durkheim ketika mencoba menjelaskan kaitan antara agama dan masyarakat. Masyarakat adalah sebuah kesatuan yang dirangkai secara internal oleh the sared, klasifikasi, ritus, dan ikatan solidaritas. Kepercayaan tentang Jibril adalah ungkapan tentang hal-hal yang suci (the sacred). Ketundukan dan kepasrahan mengikuti pengajarannya adalah praktik-praktik keagamaan (ritus) yang pada akhirnya membangun sebuah kesatuan komunitas yang kemudian dikenal sebagai Salamullah atau Eden. Kepercayaan dan ritus dalam kehidupan komunitas Eden ditampakkan dalam sejumlah simbol seperti dalam penataan rumah di Jalan Mahoni No.30, pakaian para penganut, tata cara makan, pemeliharaan anjing di rumah, dan symbol profane lainnya. Pengakuan dosa, pertobatan dan pembakaran ubun-ubun kepala adalah symbol penyucian yang sakral dan merupakan pembelajaran utama oleh Jibril, yang pada hakikatnya merupakan symbol ketundukan kepada sang mursyid utama yakni Jibril itu sendiri.
Jamaah Salamullah atau komunitas Eden, adalah komunitas keagamaan atau lebih tepatnya komunitas spiritual yang senantiasa hidup dalam kesucian dan mendekatkan diri kepada Allah, zuhud secara total. Oleh karena itu Ahmad Syafi’i Mufid memandang kelompok ini dapat dikategorikan sebagai gerakan sufisme yang bersifat mesianistik dan perennial. Corak mesianistik Salamullah adalah keyakinan tentang telah dibangkitkannya kembali ruh Nabi Isa dan Imam Mahdi untuk menyatukan kembali umat Kristen dan Islam.
Gerakan tersebut dipimpin oleh seorang perempuan yang semula adalah ibu rumah tangga biasa. Nama aslinya Samsuriyati akrab dipanggil Lia. Lahir di Makassar tanggal 21 Agustus 1947 dari keluarga yang taat beragama. Ayah dan neneknya adalah aktifis gerakan Muhammadiyah di wilayah tersebut. Namun demikian, Lia tergolong awam dalam agama. Mengaji Alquran saja tidak dapat dilakukannya dengan baik. Pendidikan formalnya adalah SMA dan tidak selesai. Perkawinannya dengan Ir. Aminuddin Day membuatnya akrab disapa dengan Lia Aminuddin dan dikaruniai empat orang anak. Lia Aminuddin sangat terkenal sebagai sosok perangkai bunga kering dan beberapa kali mendapat penghargaan.
Pergulatan Lia Aminuddin dengan dunia malaikat dimulai dari kekecewaannya terhadap pengurus Yayasan At-Ta’ibin, yang ia sendiri sebagai salah seorang pendiri dan pengurus yayasan yang membina narapidana merasa diperlakukan secara tidak adil. Lia setiap malam menangis dan mengadu kepada Allah tentang ketidakadilan dan kebenaran yang dirasakannya, berkaitan konflik interes yang ada di tubuh yayasan oleh salah seorang anggota pengurus. Pada suatu malam ia mengalami sebuah peristiwa (kasyf); seluruh badannya bergetar, keringat bercucuran, tetapi ia merasa kedinginan. Esok harinya tiba-tiba ia bisa melihat segala sesuatu yang gaib seperti sebuah mobil yang dilihatnya adalah hasil korupsi dan dapat mengobati berbagai penyakit. Setelah itu ia didatangi oleh makhluk gaib yang kemudian mendampinginya serta memberikan ajaran dan tuntunan agama Islam. Makhluk itu kemudian diketahui (mengaku) sebagai malaikat bernama Habib al-Huda.
Salamullah adalah komunitas spiritual yang sangat berat untuk ukuran manusia biasa, bukan pencari Tuhan. Ujian-ujian selalu saja menyertai perjalanan jamaah ini. Oleh karena itu, sejak 1996, tatkala ajaran ini diperkenalkan hingga usianya yang sudah satu dasawarsa, jumlah anggotanya tidak pernah beranjak melebihi angka tujuh puluhan, tepatnya tujuh puluh tujuh. Angka ini merupakan angka yang penuh misteri karena dihubungkan dengan symbol dan kekuatan kemalaikatan. Sebagai lawan dari misteri angka tersebut adalah angka 666 yang merupakan symbol Lucifer alias Dajjal yang menjadi musuh utama Isa dan Imam Mahdi. Rata-rata anggota jamaah ini masih muda usia dan sebagian besar berpendidikan sarjana. Ketertarikan mereka kepada ajaran Salamullah atau Eden adalah untuk meningkatkan kualitas keagamaan mereka. Tidak ada keuntungan materi, bahkan terlalu banyak pengorbanan yang diberikan demi dapat melaksanakan ajaran malaikat Jibril. Kebangkitan keberagamaan, khususnya sufisme, beriringan dengan keberhasilan Orde Baru membangun ekonomi masyarakat. Puncaknya ada pada era 80-an. Ketika Orde Baru jatuh, sufisme ternyata tetap diminati, bahkan tarekat ghairu mu’tabarah sekalipun. Semua itu demi sebuah identitas baru yaitu kesalehan dikalangan kelas menengah perkotaan. Identitas ini penting bagi mereka, terutama dari kalangan golongan social varian “abangan” atau “tangklukan”.
Kehidupan sehari-hari mereka sebagian terpusat di rumah masing-masing, tetapi sebagian lainnya hidup bersama dalam satu rumah yakni di Jln.Mahoni No.30 Kemayoran, Jakarta. Di rumah inilah mereka sering berkumpul untuk sebuah tugas atau amanat yang disampaikan oleh Syaikh (Jibril) dan sekaligus untuk memperoleh bimbingannya.
Hubungan guru murid terasa sangat akrab dan tidak menunjukkan adanya jarak. Ketika Bunda dalam posisi sebagai Lia Aminuddin, dia suka bercanda dan berbicara serta tertawa sebagaimana umumnya manusia. Tetapi ketika tampil sebagai representasi Jibril, dia dapat berkata yang sangat keras atau lembut dan dapat memberikan hukuman yang sangat menakutkan. Ketika tampil di atas kedudukan yang demikian, karisma yang sangat besar muncul dengan wibawa yang melampaui kewibawaan semua anggota jamaah. Padahal, menurut pengakuan mereka, banyak di antara anggota jamaah yang telah kasyf, dan telah disapa oleh malaikat Jibril. Jadi status mereka sama yakni murid dan tidak ada seorang pun yang lebih tinggi daripada yang lain. Betapapun, dalam banyak hal Bunda tetap menjadi figure utama dan rujukan anggota termasuk Imam Mahdi sekalipun.
Menurut Muhammad Abdurrahman, pokok-pokok ajaran Eden ada tujuh, yaitu monoteisme, kesucian, egalitarianisme, keindahan, perenialisme, regulasi ruh dan kerajaan Tuhan dan penghakimannya.
Monoteisme bagi kaum Eden adalah siapapun yang mengimani keesaan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun, maka baginya jalan keselamatan, walau agama dan kepercayaan apapun, maka baginya jalan keselamatan, walau agama dan kepercayaan apapun yang dianutnya, dan dengan sebutan apapun mereka menyebut nama Tuhannya. Menurut Bunda, Tuhan mneghukum bangsa ini dengan berbagai macam krisis adalah disebabkan bangsa ini melakukan kemusyrikan. Kemusyrikan yang paling utama adalah perselingkuhan para penguasa Indonesia dengan Nyai Roro Kidul.
Ajaran kesucian sangat ditekankan oleh Jibril. Kesucian adalah keniscayaan bila seseorang hendak mendekatkan diri kepada Tuhan. Kewajiban meniti jalan Tuhan yang tidak dapat ditawar adalah tak menyentuh dosa sekecil apapun, baik dalam keadaan lapang maupun terpaksa. Kaum Eden telah mengangkat sumpah agar dicabut nyawanya seketika apabila melakukan dosa dengan sengaja. Sumpah itu merupakan tanda kesungguhan tekad untuk mensucikan diri. Dalam ritual kaum Eden, upacara penyucian yang dialami oleh semua anggota kelompok adalah pengakuan dosa di depan anggota dengan cara menyebutkannya secara detail. Setelah pengakuan dosa, kemudian melakukan pertobatan dan bersumpah tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut dengan sengaja. Ritual penyucian diakhiri dengan pembakaran dengan api suci (spiritus yang ditoreh di atas ubun-ubun dan dibakar).
Egalitarianisme dalam ajaran Eden adalah tidaklah seorang pun di antara kaum Eden yang berbeda satu sama lainnya dihadapan Tuhan. Mereka semua adalah hamba-hamba Tuhan yang berdiri untuk membangun rumah di Eden.
Ajaran keindahan menunjukkan bahwa Tuhan itu indah. Keindahan adalah pakaian Tuhan, maka Tuhan melalui malaikat Jibril mengajarkan agar kaum Eden menjadikan hidupnya indah yang diwujudkan dalam tutur kata, budi pekerti dan perilaku di masyarakat. Dalam menyampaikan risalah-risalah dan amanat Tuhan misalnya, kaum Eden tidak diperkenankan membawakannya dengan kebencian, kemarahan, ataupun kekerasan.
Salamullah atau Eden juga mengajarkan perenealisme, yakni kebenaran abadi. Perenealisme adalah sebuah paham yang meyakini bahwa seluruh agama, seluruh kepercayaan yang mengajak umatnya hidup dalam kesucian sambil berupaya mewujudkan kemaslahatan dan kebaikan umat manusia, niscaya berasal dari Tuhan yang sama adanya. Meskipun demikian, symbol-simbol yang dipakai oleh setiap agama adalah berbeda, disesuaikan dengan lingkungan dan kebudayaan utusan Tuhan yang membawanya. Perenialisme Eden dapat dilihat dari maklumat dan aksi mereka untuk menyerukan agar umat Islam dan Kristen bersatu karena semuanya berasal dari Zat yang satu. Penganut kedua agama ini harus hidup dalam kasih sayang dan perdamaian. Agama Hindu dan Budha juga diakui kebenarannya dan berasal dari Allah. Bahkan legenda-legenda yang mengandung ajaran moral juga diakui berasal dari wahyu Allah. Memang, penyimpangan seringkali terjadi dalam kurun waktu yang panjang dari sejarah perjalanan semua agama. Oleh karena itu, perlu ada pelurusan-pelurusan dan untuk kepentingan inilah Jibril kembali turun ke bumi.
Ajaran pokok, yang bisa jadi merupakan pangkal dari teologi komunitas Eden atau Salamullah, adalah regulasi ruh. Komunitas ini memercayai ajaran reinkarnasi, yang dianggap sebagai ajaran Jibril yang membuka pintu pengetahuan bagi umat manusia untuk mengenal sistem dan cara kerja Tuhan dengan seluruh makhluk-Nya. Regulasi ruh diakui oleh kelompom Eden sebagai keyakinan dasar. Muhammad Abdurrahman mendefinisikan regulasi ruh sebagai serumpun ilmu pengetahuan yang diturunkan dalam takdir-Nya di akhir zaman. Ilmu menjelaskan tentang perguliran dan evolusi ruh di alam semesta. Tiadalah sebuah kedudukan ruh yang menetap, karena setiap ruh senantiasa bergulir dan berevolusi. Ruh manusia dapat menempati fisik manusia setelah kematiannya, ruh malaikat dapat turun menjadi manusia, ruh manusia dapat menjadi malaikat, ruh iblis dapat menjadi binatang, dan seterusnya. Atas dasar doktrin semacam ini keyakinan tentang Jibril turun kembali dan menyatu dalam diri Lia Aminuddin, Nabi Muhammad bereinkarnasi pada diri Muhammad Abdurrahman (Imam Mahdi) dapat dijelaskan. Kaum Eden meyakini bahwa mereka membawa ruh manusia yang telah meninggal baik manusia suci, kotor bahkan anjing yang hidup di lingkungan mereka diyakini membawa ruh orang yang telah meninggal.
Ajaran yang paling akhir diterima oleh kelompok Eden adalah lahirnya kerajaan Tuhan (Kingdom of God) dan penghakiman-Nya. Kedatangan Jibril saat ini adalah untuk melakukan penggenapan atas nubuwah Tuhan di dalam kitab-kitab suci-Nya. Malaikat Jibril menurut mereka, mengajarkan bahwa era globalisasi saat ini sebagai hari pengadilan (hisab). Tempat pengadilan Tuhan tidak di alam akhirat, atau dunia antah-berantah yang tidak diketahui o leh umat manusia, melainkan di bumi yang ditempati manusia saat ini. Bencana alam yang terjadi, gempa, tsunami, tanah longsor, penyakit, kebakaran, dan peperangan yang melanda umat manusia adalah fenomena neraka. Sebaliknya, bila seseorang mendapatkan kebahagiaan, cinta dan kasih sayang, maka sesungguhnya itu merupakan buah kebajikan dari perbuatannya dulu dan saat ini.
Enam ajaran pokok komunitas Eden tersebut dibungkus dengan empat buah doktrin. Pertama, tidak ada yang memiliki otoritas dalam penafsiran ajaran agama yang monolitik atau tunggal. Kedua, kerasulan Jibril sebagai pemegang otoritas penafsiran kehendak Tuhan. Kendati pun Bunda Lia Eden adalah medium penyampai pesan-pesan Tuhan sebagaimana tokoh-tokoh spiritual sebelumnya, kaum Eden berkeyakinan bahwa yang menjadi Rasul Tuhan adalah malaikat Jibril-Ruhul Kudus. Doktrin yang ketiga, tentang kekekalan kitab suci. Eksistensi ajaran-ajaran Tuhan yang diturunkan-Nya kepada umat manusia senantiasa dijaga-Nya. Keempat, doktrin penggenapan nubuwah yakni pengajaran Eden merupakan sistem keyakinan yang bukan lagi bagian dari rumah besar agama Islam. Eden adalah sebuah kerasulan yang sedang diturunkan Tuhan. Kingdom of God adalah agama baru dan umat pendukungnya adalah komunitas Eden. Mereka menginginkan pengakuan dan hak-hak mereka juga diakui sekaligus dilindungi.
Salamullah atau komunitas Eden sebenarnya lebih tepat dikategorikan sebagai gerakan keagamaan yang bercorak mesianistik (messianistic religious movement). Bahkan terdapat kecenderungan sebagai agama baru, meskipun klaim ini berasal dari dan didasarkan atas fatwa MUI bahwa gerakan ini dianggap sesat. Karena tidak diakui sebagai golongan Islam, maka mereka menyebutnya sebagai agama baru yang nama resminya adalah kaum Eden. Kaum Eden sendiri terdiri dari tiga aktifitas yakni keagamaan, perdamaian, dan kegiatan ekonomi yang tergabung dalam perusahaan mereka yang bernama Gold Quest.
Salamullah dilihat dari perspektif kesucian dan penjagaan dari perbuatan dosa dapat dikelompokkan dalam sebuah gerakan tasawuf atau paling tidak sebagai gerakan keagamaan yang bercorak sufistik.
Bagi penganut Salamullah kedua istilah atau kategori tersebut tidak penting. Bahkan dianggap sesat pun tidak mereka pikirkan. Bagi mereka kedekatan dengan Tuhan dan menjalankan amanat Tuhan adalah puncak kehidupan. Mereka meyakini dan bahkan merasakan azab dan balasan Allah sudah ada sejak di dunia. Neraka dan surga memang nyata, begitu juga dengan Tuhan dan para malaikat adalah sebuah realitas yang dapat dirasakan kehadirannya dalam kehidupan yang nyata. Memang secara kasat mata penganut jamaah ini kemudian terlihat seperti menyiksa diri (tobat dan penebusan dosa secara terus-menerus dan tidak melakukan dosa lagi), menjadikannya mudah untuk dikategorisasikan sebagai tasawuf “eksesif”. Bertasawuf itu yang penting adalah buahnya. Proses itu penting, tetapi apa artinya ketika semua pengorbanan itu tidak bermanfaat bagi kehidupan pribadi, rumah tangga, masyarakat, bangsa dan Negara.
Perjalanan selama lebih 10 tahun ini, Salamullah atau komunitas Eden baru dapat mendokumentasikan ajaran dalam bentuk buku, booklet, surat edaran dan catatan-catatan, mewujudkan gagasan dalam sebuah komunitas kecil, tetapi belum mendapatkan apresiasi yang memadai dari masyarakat luas. Bahkan Salamullah atau komunitas Eden telah dinyatakan sesat oleh MUI. Dan tuduhan kepada pemimpinnya melakukan penodaan agama telah dianggap terbukti di pengadilan sehingga mendapat ganjaran hukuman dua tahun penjara. Semua perkembangan tersebut menyebabkan penurunan drastic jumlah pengikut. Ketika sang Bunda dijebloskan dalam penjara, anggota komunitas Eden tinggal 48 orang.
Isi resume dari artikel yang ditulis oleh Ahmad Syafi’i Mufid tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa ada sisi kehidupan beragama dalam batang tubuh agama itu sendiri yang belum tentu sesuai dengan syariat dan akidah umat Islam pada umumnya tapi juga belum tentu sesat dan menyesatkan umat. Namun terlepas dari truth claim antara MUI dengan “agama” yang dibawa Lia Aminuddin dengan label “sesat dan menyesatkan” tersebut, kita bisa melihat bagaimana mereka membangun spiritualitas mereka dengan hubungan emosional yang begitu dekat dan karismatik secara teroganisir di bawah komando sang Bunda Lia Eden yang dianggap sebagai representatif Jibril as. Dalam prinsip ajaran terlihat bagaimana konsep ‘tauhid’ atau ‘monoteisme’ begitu sesuai dengan prinsip akidah Islam pada umumnya; mengecam kemusyrikan. Begitu juga dengan doktrin-doktrin ajaran lainnya. Lia Eden sepertinya begitu pandai memformat ajaran yang ‘hampir’ tidak menyimpang dari ajaran Islam murni, yang hal ini tentu saja diakui oleh pengikutnya karena adanya malaikat Jibril yang membisikkan ‘wahyu’ tersebut. Yang jelas sejarah sudah mencatat bagian dari perkembangan pemikiran ajaran Islam sudah ada sosok wanita yang berpengaruh dalam paham baru di batang tubuh Islam itu sendiri yang mempunyai pengikut, yang tidak saja kalangan awam tapi sarjana bahkan dari akademisi muslim, yang walaupun juga secara kultural di Indonesia sangat tidak mendukung perkembangannya. Selebih dan sekurangnya Wallahua’lam bilshawwab.


Referensi: Ahmad Syafi’i Mufid, “Kuasa Jibril, dari Sufisme Perenial, Salamullah hingga Spritualisme Eden” dalam Martin van Bruinessen dan Julia D. Dowell (eds.), Urban Sufism. (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 413-450.

1 komentar:

  1. anda ngawur......dikit2 dihubung2kan ke tarekat,,,,,
    pemecah islam!!!
    eden itu bukan golongan muslim!!!!

    BalasHapus